Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan mobil sedan bekas tak sebesar segmen lainnya. Meski sedikit, peminatnya dianggap akan terus ada.
Pengamat otomotif Yuniadi Haksono Hartono mengatakan bahwa sebenarnya sedan sempat merajai di jalan Tanah Air. Namun seiring berjalannya waktu dan pola pikir masyarakat, tren bergeser ke model yang bisa diisi banyak orang.
Bukan hanya itu, Adi melihat hal tersebut karena ada perlakuan pajak yang berbeda. Mobil sedan dikenakan pungutan 20 persen lebih tinggi dari model lainnya.
“Akhirnya pasar tidak bisa menyerap dan terbentuk pergeseran-pergeseran selera sehingga orang memlih MPV [mobil keluarga] dan SUV [mobil dengan segala medan],” katanya saat dihubungi, Senin (13/6/2022).
Adi menjelaskan bahwa meski regulasi soal pungutan sudah diubah dan disamakan dengan model lain hal, itu tidak serta merta membuat pasar sedan terangkat. Dalam tiga tahun terakhir jumlah yang diproduksi stagnan.
“Karena volumenya kecil, jadi tidak ada yang mencari. Artinya, sedan ini memang segmented. Dia adalah penyuka sedan dan tidak terlalu memikirkan harga,” jelasnya.
Baca Juga
Hal tersebut bukan tanpa sebab. Mantan External Affairs and Communications Director General Motors (GM) Indonesia ini menuturkan bahwa umumnya masyarakat yang ingin membeli mobil mempertimbangkan dua hal.
Keduanya adalah nilai jual kembali yang tinggi dan biaya perawatan. Sedan dinilai publik tidak memiliki dua hal tersebut sehingga calon pembeli yang bukan peminat akan berpikir dua kali sebelum melakukan transaksi.
Penyuka sedan, tambah Adi, tidak mempertimbangkan dua hal tersebut. Dia mencontohkan orang tipe tersebut dengan uang Rp500 juta akan memilih sedan bekas merek BMW atau Mercedez-Benz dibandingkan brand lain keluaran terbaru.
“Karena [beli mobil merek tersebut] bisa membawa prestige bagi pemilik. Selalu akan ada orang sepreti itu. Jumlahnya memang tidak banyak tapi ada,” ungkapnya.