Bisnis.com, JAKARTA – Pajak kendaraan bermotor di Indonesia dinilai menjadi yang paling tinggi di dunia saat ini. Bahkan, besaran angkanya bisa mencapai 5 hingga 30 kali lipat lebih tinggi dibandingkan negara lain di kawasan Asean, seperti Thailand dan Malaysia.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, fakta tersebut diungkap oleh asosiasi otomotif dari Amerika Serikat (AS) saat dia menghadiri forum internasional, beberapa tahun lalu.
“Sekian tahun yang lalu, saya ditanya oleh pihak dari Amerika, U.S Automotive Council. Pajak kamu [Indonesia] paling tinggi di dunia, begitu dibuka datanya, saya tidak bisa berkata apa-apa lagi," ujar Kukuh di Jakarta, dikutip Kamis (28/8/2025).
Lebih lanjut dia mencontohkan, misalnya untuk mobil Toyota Avanza rakitan Indonesia, pajak tahunan yang dikenakan bisa hampir menyentuh angka Rp5 juta, sedangkan di Thailand hanya kisaran Rp150.000.
Beberapa instrumen perpajakan di Indonesia meliputi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Pajak kendaraan bermotor kita ini relatif sangat tinggi. Misalnya Avanza yang dibuat di Indonesia, pajak tahunannya di sini bisa mendekati Rp5 juta, sementara di negara tetangga yang impor dari kita, pajak tahunannya tidak sampai Rp1 juta. Di Thailand lebih rendah lagi, sekitar Rp150 ribu,” jelasnya.
Baca Juga
Besaran pajak tersebut tentu saja memengaruhi harga jual kendaraan yang pada akhirnya menjadi semakin tinggi. Terlebih, daya beli masyarakat saat ini masih lesu, sehingga penjualan mobil mengalami penurunan signifikan.
Data Gaikindo menunjukkan, penjualan mobil wholesales sepanjang Januari–Juli 2025 tercatat 435.390 unit, turun 10,1% (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 484.250 unit.
Sementara itu, penjualan mobil secara ritel alias dari dealer ke konsumen juga merosot 10,8% menjadi 453.278 unit, dibandingkan 508.041 unit pada 7 bulan pertama 2024.
Sebelumnya, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Riyanto juga menilai bahwa penyebab lesunya industri otomotif karena pajak kendaraan terlalu tinggi.
Terlebih, tahun ini diberlakukan pungutan opsen pajak di beberapa daerah, sehingga Riyanto menyebut bahwa kondisi industri otomotif saat ini ibarat peribahasa 'sudah jatuh tertimpa tangga'.
Dia mengatakan, pemerintah perlu mengkaji pengurangan struktur pajak mobil baru secara permanen, atau ada insentif pajak untuk mengurangi harga jualnya. Misalnya, insentif PPnBM DTP seperti pada masa pandemi Covid-19.
“Dalam jangka pendek, perlu kebijakan fiskal seperti saat pandemi, entah itu diskon PPN atau PPnBM untuk menyelamatkan industri dari krisis. Hal yang penting adalah harga kendaraan turun,” ungkap Riyanto.
Sementara itu, dalam jangka panjang, menurutnya pemerintah perlu membuat kajian untuk menemukan tarif pajak ideal dari sisi industri dan negara. Intinya, jangan sampai industri dan masyarakat terbebani pajak yang kini 40% lebih, sehingga tarif ini perlu dikurangi.