Bisnis.com, JAKARTA – Klakson merupakan alat untuk saling berkomunikasi sesama pengguna jalan, tetapi bukan berarti pengendara bisa sesuka hati membunyikan klakson karena ada etika tidak tertulis yang sepatutnya diketahui tiap pengguna kendaraan.
Bunyi klakson juga diatur dalam aturan yang dirilis oleh Kementerian Perhubungan dan dipatuhi oleh para produsen kendaraan. Artinya, selain tidak boleh membunyikan secara sembarangan, klakson juga tak boleh sembarangan diganti.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55/2012 Pasal 69 disebutkan bahwa kekuatan bunyi klakson paling rendah 83 desibel dan tertinggi 118 desibel. Hal ini agar tidak menimbulkan polusi suara dan dapat diterima dengan bagus oleh indera dengar manusia,
Selain itu, membunyikan klakson tidak bisa sesuka hati. Contoh penggunaan klakson yang tepat adalah saat ada motor lain yang sedang melaju dan tiba-tiba pindah jalur ke jalur Anda, atau ketika ingin melintasi sebuah persimpangan jalan dengan visual terbatas.
“Di waktu-waktu seperti disebutkan itulah, klakson punya tugas untuk paling tidak memberi tahu pada pengguna jalan lain tentang keberadaan kendaraan yang sedang Anda kendarai,” tulis keterangan Suzuki dikutip dari laman resminya.
Tak cuma itu, bunyi klakson juga memiliki arti. Misalnya, membunyikan sekali dianggap sebuah sapaan, dua kali diartikan panggilan atau minta perhatian serta bisa juga sebuah ucapan terima kasih ketika menyalip kendaraan lain.
Baca Juga
Penggunaan klakson yang salah berisiko memancing emosi pengendara lain. Salah satunya adalah membunyikan klakson dalam waktu yang lama tanpa putus.
Pasalnya, karena tidak cuma berisik, pengendara lain yang ada di sekitar dipastikan tidak akan senang diperlakukan seperti itu. Hasilnya risiko terjadi keributan di jalan raya menjadi lebih besar.