Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang telah menurunkan tarif impor untuk Indonesia menjadi 19%, dari sebelumnya 32%, diprediksi bakal berdampak terhadap penjualan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV).
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, meskipun tak berdampak secara langsung, kebijakan tarif AS itu berpotensi memengaruhi rantai pasok komponen mobil listrik, serta iklim investasi jangka panjang.
"Tarif Trump berdampak secara tidak langsung melalui kenaikan biaya komponen, peluang investasi jangka panjang, dan tekanan pada permintaan pasar dalam negeri," ujar Yannes kepada Bisnis, Jumat (18/7/2025).
Dia juga mengatakan, dampak lainnya yaitu potensi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Adapun, penjualan mobil listrik Januari–Juni 2025 sebanyak 35.846 unit, atau telah mencapai 59,7% dari target tahunan dari Gaikindo sebanyak 60.000 unit.
"Artinya, para APM mobil listrik harus mampu menjual sekitar 4.026 unit per bulan untuk Juli–Desember 2025, atau di bawah capaian 5.974 unit per bulan di semester I/2025," katanya.
Menurutnya, untuk mencapai target penjualan BEV sebesar 60.000 unit pada 2025, diperlukan kondisi ekonomi makro yang mendukung dan strategi penjualan yang agresif dari APM. Selain itu, stabilitas nilai tukar, dukungan pemerintah, serta meningkatkan edukasi dan sosialisasi ke konsumen agar semakin tertarik mencoba EV.
Baca Juga
Di lain sisi, tantangan terbesar bagi penjualan mobil listrik yakni daya beli masyarakat kian melemah. Menurutnya, calon konsumen yang tabungannya terbatas kini bersikap wait and see menjelang evaluasi kebijakan insentif BEV di akhir 2025.
"Mereka menunda pembelian menunggu skema insentif di 2026, selain mulai berhati-hati setelah munculnya isu depresiasi tinggi harga BEV bekas," katanya.
Perlu diketahui, pemerintah telah mengguyur insentif untuk mobil listrik. Mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, pemerintah telah memberikan insentif PPN DTP 10% untuk impor mobil listrik completely knocked down (CKD).
Lalu, PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15%, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.
Insentif pemerintah sejatinya efektif dan berhasil menjadi daya tarik fundamental bagi banyaknya investor mobil listrik BEV untuk masuk pasar Indonesia, serta berkomitmen untuk memproduksi lokal.
"Namun, belum cukup menarik calon konsumen di pasar lokal, karena faktor seperti infrastruktur SPKLU yang masih terbatas, melemahnya daya beli kelas menengah, dan masih rendahnya kesadaran lingkungan sepertinya telah membatasi efektivitas insentif yang diberikan," pungkasnya.