Bisnis.com, JAKARTA - PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) merespons kebijakan pemerintah yang memperluas insentif mobil listrik, termasuk pembebasan bea masuk impor dengan negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan Indonesia.
Artinya, RI berpotensi akan dibanjiri oleh mobil listrik impor dari negara-negara yang memiliki perjanjian FTA seperti kawasan Asean, Australia, Jepang, Korea Selatan, China, Selandia Baru, hingga India.
Meskipun demikian, Chief Operating Officer HMID, Fransiscus Soerjopranoto menyebut hal itu bukanlah ancaman bagi Hyundai, lantaran perseroan sudah memiliki jajaran model mobil listrik dengan ekosistem yang terintegrasi.
Menurutnya, kebijakan pemerintah yang memberikan pembebasan pajak untuk impor utuh (completely built up/CBU) mobil listrik bertujuan untuk membuat pasar mobil listrik lebih besar.
“Jadi sebetulnya kami tidak melihat itu sebagai threat atau ancaman buat Hyundai, karena Hyundai siap dengan segala macam powertrain yang ada. Bahkan kami dengan mobil listrik sudah ada,” ujarnya di Jakarta, dikutip Jumat (22/11/2024).
Untuk menghadapi persaingan tersebut, Hyundai juga telah menyiapkan strategi yaitu memperbanyak model mobil listrik, meningkatkan layanan purnajual di lebih dari 130 cabang diler, serta memperbanyak infrastruktur pengisian daya (charging station).
Baca Juga
“Nah untuk masalah kompetisi, kami akan meningkatkan value kami ya, mobil listrik produknya akan lebih banyak, kami belum bisa buka sekarang produknya apa saja. Tetapi yang jelas secara ekosistem kami yang terbaik, karena kami punya jaringan infrastruktur yang lebih banyak," pungkas Frans.
Perlu diketahui, Hyundai memiliki pabrik yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat, saat ini memiliki kapasitas produksi sebanyak 150.000 per tahun, dan mampu ditingkatkan menjadi 250.000 unit per tahun.
Pabrik Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI) itu berdiri di atas lahan seluas 77,7 hektare dan luas bangunan 18,8 hektare. Selain dipasarkan di domestik, Hyundai juga mengekspor produk mobil yang telah diproduksi lokal itu ke lebih dari 30 negara.
Dengan fasilitas ini, HMMI dapat memproduksi berbagai jenis kendaraan, termasuk kendaraan listrik (EV), ICE, dan Hybrid. Sejumlah model Hyundai yang diproduksi lokal yakni Hyundai Creta, Ioniq 5, Santa Fe Hybrid, Kona EV, hingga Stargazer.
Selain itu, perseroan juga memiliki pabrik sel baterai PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power. Hal itu sebagai bentuk upaya Hyundai untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.
Insentif Mobil Listrik 2025
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah memperluas cakupan insentif PPnBM ditanggung pemerintah untuk pelaku usaha yang mengimpor mobil listrik berbasis baterai, berdasarkan Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 1/2024.
Beleid itu memungkinkan pelaku usaha dapat diberikan insentif atas impor mobil listrik berbasis baterai yang akan dirakit di Indonesia.
Asalkan, mobil listrik berbasis baterai yang akan dirakit di Indonesia itu memiliki capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) paling rendah 20% dan paling tinggi kurang dari 40%.
Dalam aturan baru, pemberian cakupan insentif PPnBM DTP untuk impor mobil listrik diperluas ke negara-negara yang memiliki perjanjian atau kesepakatan dengan Indonesia.
Artinya, negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan Indonesia, beberapa di antaranya meliputi negara-negara Asean, Australia, Jepang, Korea Selatan, China, Selandia Baru, hingga India.
Ada dua jenis insentif yang diberikan. Pertama, bea masuk tarif 0% atas impor mobil listrik berbasis baterai dan PPnBM DTP atas penyerahan mobil listrik mobil listrik yang diproduksi dari impor mobil listrik yang diberikan insentif bea masuk tarif 0%.
Kedua, PPnBM DTP atas penyerahan mobil listrik berbasis baterai yang diproduksi lokal. Insentif kedua ini sebelumnya tidak diatur dalam beleid lama.