Bisnis.com, JAKARTA- Sejak akhir tahun lalu, beberapa menteri bergantian menyatakan rencana kebijakan subsidi pembelian motor dan mobil listrik. Teranyar, rencana kebijakan itu diungkapkan bakal terealisasi pada awal Februari 2023.
Riwayat pernyataan pemerintah terkait subsidi pembelian motor dan mobil listrik terentang sejak tahun lalu. Paling mengejutkan adalah pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang telah mengungkap ancar-ancar besaran subsidi.
Dia mengungkapkan besaran subsidi itu Rp80 juta untuk BEV, Rp40 juta untuk HEV. Sedangkan untuk sepeda motor listrik Rp8 juta, serta motor listrik hasil konversi sebesar Rp5 juta.
Tidak ketinggalan dari Kementerian Keuangan lantas mengungkapkan rencana kebijakan tersebut masih harus menunggu beberapa waktu. Sebab, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus lebih dulu menentukan sasaran kebijakan subsidi, serta menghitung sekaligus mendapatkan persetujuan terkait alokasi anggaran.
Salah satu yang mencuat adalah syarat penerima subsidi tersebut. Kemenkeu melalui Kepala BKF Febrio Kacaribu menyampaikan kemungkinan subsidi akan dikucurkan untuk pembelian produk yang bisa berdampak pada industrialisasi otomotif.
Alhasil, lokalisasi menjadi syarat mutlak. Gambaran mekanisme pemberian pun semakin jelas, yakni bagi produk-produk dengan TKDN tertentu.
Baca Juga
Memasuki awal 2023, rencana kebijakan subsidi motor dan mobil listrik pun kembali mengemuka. Kini giliran Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan.
Dia menyampaikan rencana kebijakan tersebut telah matang, siap dieksekusi pada awal Februari nanti. Hanya saja, ada perbedaan nominal pemberian subsidi dengan yang telah disampaikan Menperin Agus Gumiwang sebelumnya.
Sebaliknya, Menkeu Sri Mulyani belum mau mengungkapkan besaran subsidi motor dan mobil listrik. Meskipun begitu, Sri Mulyani membenarkan rencana kebijakan tersebut telah memasuki tahap final.
“[Subsidi] sudah didesain angkanya nanti berapa dan pembuktian siapa yang akan jadi kuasa pengguna anggaran karena itu ada alokasi untuk subsidinya,” ujarnya dalam kunjungan kerja di Cikarang Dry Port (CDP), Bekasi, Jawa Barat, Jumat (27/1/2023).
Sri Mulyani juga menuturkan terkait dengan subsidi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pihaknya harus terlebih dulu berkonsultasi dengan DPR. “Kami sebagai pengelola keuangan negara harus memberitahukan kepada DPR bahwa akan pos baru ini,” tutur Menkeu.
Pemberian subsidi bagi kendaraan listrik, khususnya EV bukan barang asing. Hal itu merupakan praktik global di beberapa negara yang menginginkan populasi kendaraan listrik semakin meningkat.
Bahkan, berdasarkan data International Energy Agency (IEA), total anggaran subsidi pemerintah di berbagai negara di dunia untuk mobil listrik naik dua kali lipat pada 2021, menjadi hampir US$30 miliar atau sekitar Rp450 triliun (kurs Rp15.000/US$).
Di China, pengeluaran pemerintah seperti subsidi pembelian dan keringanan pajak mencapai US$12 miliar atau sekitar Rp180 triliun. Namun, laporan IEA menyebut, belanja pemerintah China pada basis per mobil listrik segmen BEV dan PHEV menurun dari sekitar US$5.000 menjadi US$3.750 sejak level tertinggi pada 2016.
Sementara itu, di Eropa, alokasi anggaran subsidi kendaraan listrik juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada 2019, dukungan pemerintah untuk mobil listrik dikalkulasikan sekitar US$3 miliar atau sekitar Rp45 triliun. Angka itu naik menjadi US$8 miliar atau Rp120 triliun pada 2020, dan meningkat lagi menjadi US$12,5 miliar atau Rp187,5 triliun pada 2021.
Secara rinci, subsidi itu dibagi ke beberapa negara di Eropa. Pada 2021, subsidi terbesar diberikan oleh Norwegia dengan pembebasan pajak pembelian mobil listrik segmen BEV senilai US$10.700 per unit atau sekitar Rp160,5 juta.
Selain itu, Jerman memberikan subsidi berupa potongan harga untuk mobil listrik BEV senilai US$10.600 atau sekitar Rp159 juta per unit. Kemudian, Prancis juga memberikan subsidi dengan skema feebate sebesar US$7.000 atau sekitar Rp105 juta. Selanjutnya Swedia sebesar US$6.900 atau sekitar Rp103,5 juta per unit.
Di lain sisi, Amerika Serikat (AS) memiliki anggaran subsidi kendaraan listrik yang lebih rendah dibanding China dan Eropa. Pada 2021, anggaran subsidi kendaraan listrik di AS hanya mencapai US$2 miliar atau sekitar Rp30 triliun.