Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang Harga Mobil Listrik, Toyota Soroti Persaingan Usaha Tak Sehat?

Toyota menyoroti perang harga mobil listrik di Indonesia akibat kebijakan insentif yang belum berimbang, yang dapat memicu persaingan usaha tak sehat.
Pengunjung memadati ruang pamer kendaraan saat pembukaan pameran automotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (24/7/2025)./JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung memadati ruang pamer kendaraan saat pembukaan pameran automotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (24/7/2025)./JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Produsen mobil asal Jepang, PT Toyota Astra Motor (TAM) menanggapi fenomena 'perang harga' yang terjadi di kalangan mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) asal China di pasar otomotif Indonesia.

Marketing Planning General Manager Toyota Astra Motor, Resha Kusuma Atmaja menyoroti bahwa kebijakan insentif untuk mobil listrik saat ini masih belum berimbang. Hal itu berpotensi dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat, terutama dalam konteks perang harga.

“Saat ini kebijakan pemerintah saya melihat masih belum berimbang dan belum inklusif. Contoh, ada kebijakan terkait pajak BBnKB, PPN, PPnBM, dan-lain. Kalau BEV saat ini BBnKB dan luxury tax-nya 0%,” ujar Resha di GIIAS 2025 pada Kamis (31/7/2025).

Adapun, sejak digaungkan kebijakan subsidi mobil listrik, termasuk untuk impor utuh, tingkat pertumbuhan penjualan mobil listrik cukup signifikan.

Mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, pemerintah telah memberikan insentif PPN DTP 10% untuk mobil listrik completely knocked down (CKD).

Lalu, PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15%, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.

Pasalnya, menurut Resha sejauh ini mobil listrik masih dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, padahal, yang daya belinya paling terdampak justru masyarakat kalangan menengah (middle income).

Menurutnya, masyarakat kelas menengah berpotensi dapat mendorong pasar otomotif, terutama melalui pembelian low cost green car (LCGC).

“BEV siapa sih pembelinya? Mostly dari riset yang kami lakukan, additional buyer yang memang mempunyai cukup, atau kalangan menengah ke atas. Padahal kalau mau menaikkan pasar, seperti LCGC, terbukti menaikkan market, karena targetnya first car buyer,” jelasnya.

Data Gaikindo mencatat, sepanjang periode Januari-Juni 2025, total penjualan mobil wholesales ambles 8,6% year-on-year (yoy) menjadi 374.740 unit, dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 410.020 unit.

Sementara itu, penjualan mobil secara ritel pun turun 9,7% menjadi 390.467 unit, dibandingkan 6 bulan pertama 2024 sebanyak 432.453 unit.

Alhasil, Toyota berharap pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih inklusif dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, agar industri otomotif dapat berkembang.

“Sehingga ini terkait kebijakan yang berimbang dan inklusif, ujungnya nanti kami yakin akan mengembangkan market di Indonesia. Jadi enggak hanya masyarakat atas yang menikmati, tapi seluruh lapisan masyarakat menikmati,” pungkas Resha.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro