Bisnis.com, JAKARTA- Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan PMK No.13/2022 tentang perubahan keempat PMK No. 6/2017. Perubahan mencolok terutama dengan peraturan sebelumnya dan aturan terkait, yakni tentang jenis sasaran pembebasan tarif bea masuk importasi kendaraan bermotor.
Pada peraturan perubahan ketiga yakni PMK No. 17/2020, terkait produk kendaraan bermotor Incompletely Knock Down atau IKD masih mengacu kepada Permenperin No. 37/2017, sedangkan pada beleid terbaru dari Kemenkeu telah mengacu kepada Permenperin No. 23/2021 dan perubahannya Permenperin No. 37/2021.
Hal mendasar adalah jika mengacu pada Permenperin No. 23/2021, para pengimpor IKD akan dikenakan tarif yang berlaku umum (most favoured nation) terhadap impor komponen yang dikecualikan. Sedangkan pada Permenperin No. 37, impor komponen yang dikecualikan terkena tarif sesuai pos tarif yang sesuai.
Selain itu, perubahan substansial pada PMK No. 13/2022 terletak pada pemberlakuan pembebasan bea masuk kendaraan bermotor dalam bentuk IKD hanya kepada produk berbasis teknologi baterai listrik. Karena secara khusus pada beleid teranyar ini, Kemenkeu mensyaratkan importasi IKD yang memenuhi ketentuan Permenperin No. 28/2020 tentang Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai dalam Keadaan Terurai Lengkap (CKD) dan Keadaan Terurai Tidak Lengkap.
Sebagaimana ketentuan beleid tersebut, perbedaan CKD dan IKD adalah pada kelengkapan komponen dan proses manufaktur. Pada Permenperin 28/2020 itu, proses manufaktur IKD minimal mencakup dua kegiatan dari 10 proses manufaktur yang ditetapkan yaitu pencetakan bodi, penyambungan bodi, pengecatan, pembuatan atau perakitan kabin, sasis, motor listrik, garden, baterai, serta perakitan dan pengujian maupun pengendalian mutu.
Sedangkan proses manufaktur CKD meliputi minimal dua proses, yakni peraktian dan pengujian serta pengendalian mutu. Komponen wajib impor CKD terdiri dari komponen utama berupa rangka atau bodi, baterai, dan sistem penggerak (drive train).
Baca Juga
Sebaliknya untuk IKD, terdapat 29 komponen yang dikecualikan untuk impor. Kumpulan komponen itu antara lain, pendingin (radiator/fan), control cable, shock absorber, kursi, plafon, sabuk pengaman, dongkrak, bumper, pegas daun dan spiral, klakson, hingga emblem.
Untuk memenuhi komponen yang dikecualikan, pemerintah memberikan opsi untuk produksi sendiri, subkontrak, maupun impor. Pada beleid pembebasan bea masuk, impor tersebut dikhususkan kepada perusahaan atau industri komponen.
Penerapan regulasi inipun mengakhiri pembebasan bea masuk bagi impor IKD secara luas, melainkan menjadi khusus mobil berteknologi BEV. Fasilitasi inipun memberikan efek terhadap pemangkasan tarif yang cukup signifikan.
Misalnya saja, bila dibandingkan importasi untuk kendaraan bemotor jenis bus yang diimpor dalam bentuk CKD (HS 8702) dikenakan tarif sebesar 10 persen. Sedangkan jika menggunakan fasilitas impor IKD (HS 9801), tarif tersebut 0 persen atau digratiskan.
Begitupun untuk kendaraan penumpang berjenis 4x2 yang diimpor secara CKD (HS 8703) harus membayar tarif bea masuk sekitar 10 persen. Sebaliknya, jika dalam bentuk IKD sesuai PMK No. 13/2022, maka besaran tarif juga 0 persen.
Hal ini memang sejalan dengan hasrat pemerintah menggenjot produksi dan pasar lokal kendaraan listrik yang disebut sebagai Kendaraan Bermotor Listrik Berteknologi Baterai (BEV).
“Insentif ini akan membuat industri KBLBB semakin berkembang karena akan meringankan biaya produksi dan mendorong industri untuk menghasilkan KBLBB dengan memanfaatkan barang-barang yang sudah diproduksi di dalam negeri sehingga harga kendaraannya semakin terjangkau bagi masyarakat. Berkembangnya industri KBLBB akan meningkatkan investasi, penghematan konsumsi energi khususnya bahan bakar minyak (BBM), kualitas lingkungan, dan mendorong penguasaan teknologi. Hal ini nantinya diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai basis produksi dan export hub kendaraan bermotor listrik”, ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu.
Di sisi lain, walau mendapat fasilitas istimewa terkait tarif masuk nol persen sekaligus PPnBM nol persen, popularitas mobil listrik berbasis baterai masih tergantung harga di pasar. “Penerimaan masyarakat kita masih besar di harga mobil dengan rentang Rp250 juta-350 juta,” singgung Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Persoalannya, sejauh ini harga produk BEV yang beredar di Indonesia masih mematok harga sekitar Rp500 juta-650 juta. Hitungannya, dengan pembebasan bea masuk hingga nol persen, harga BEV itupun diperkirakan bisa turun maksimal sekitar Rp50 juta.