Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Otomotif Menanti Tanggal Main Hidrogen

Mobil hidrogen bakal jadi pemain utama mobilitas masa depan, seiring tren pengembangan energi alternatif ramah lingkungan tersebut.
Sebuah mobil Toyota Mirai terlihat di Pameran Industri Otomotif Internasional Shanghai/Reuters-Aly Song.
Sebuah mobil Toyota Mirai terlihat di Pameran Industri Otomotif Internasional Shanghai/Reuters-Aly Song.

Bisnis.com, JAKARTA- Di tengah target mengejar Net Zero Emission 2060, Indonesia dinilai memiliki potensi mengakselerasi kehadiran energi alternatif hidrogen. Selain tren global yang juga marak mengembangkan energi terbarukan ini, hidrogen dianggap sebagai jalan lebih mulus untuk sektor otomotif mengikis emisi.

Pada 2060, sebagaimana target ‘Peta Jalan Transisi Energi Menuju NZE’ yang diterbitkan Kementerian ESDM, Indonesia harus mengerem emisi karbon hanya sebesar 129,4 juta ton. Besaran itu setara 93% dari ukuran Bussines as Usual (BaU).

Target ambisius itu tidak mudah digapai. Pasalnya, upaya mengerem emisi karbon itu harus senantiasa sejalan dengan penguatan sektor perekonomian yang tentunya membutuhkan konsumsi energi cukup besar.

Dari Peta Jalan Transisi Energi, pemerintah bakal menggenjot elektrifikasi mulai dari kendaraan bermotor, hingga penggunaan kompor induksi. Lebih krusial lagi, dari sektor energi, pemerintah harus cepat menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan moratorium.

Pemerintah pun menyadari, guna menggapai tujuan NZE 2060, rute kebijakan transformasi energi tidak bisa sekadar “banting setir” alias meyetop sumber fosil tanpa substitusi. Karena itu, dalam peta jalan juga disebutkan, salah satu strategi adalah mencari dan menggali potensi sumber energi baru meliputi hidrogen, ammonia, dan nuklir.

Transformasi sumber energi dalam mengejar target emisi inipun mutlak dilakukan. Pasalnya, mengacu pada sumber penghasil emisi karbon, secara berurutan dari yang terbesar berasal dari pembangkit listrik (243 juta ton per tahun), transportasi (161,6 juta ton), dan  industri (100,7 juta ton).

Mengacu fakta demikian, sebagaimana diungkapkan Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Feby Misna, upaya mencari sumber energi alternatif terutama untuk sektor transportasi dan industry merupakan kunci.

“Jika dilihat penyumbang emisi ini, selain pembangkit listrik, ada transportasi dan industri. Sedangkan konsumsi enegi sektor tersebut cukup besar mengandalkan fosil, terutama sektor transportasi,” ungkapnya saat Seminar Nasional Dies Natalis UGM Yogyakarta yang didukung Toyota Motor Manufacturing Indonesia, pada Rabu (8/11/2023).

Feby mengungkapkan pemerintah telah mengebut berbagai upaya menghadirkan energi baru terbarukan, antara lain mandatori Bahan Bakar Nabati (BBN) hingga hidrogen. Untuk hidrogen, dia menjelaskan energi alternatif tersebut memang bakal digenjot penggunaannya pada 2031.

“Itu untuk sektor transportasi, pada 2041 untuk sektor industri,” jelasnya.

Hidrogen sendiri merupakan bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Hidrogen sebagai sumber energi didapatkan mayoritas dari proses steam methane reforming (SMR) yang merupakan reaksi kimia metana dan uap.

Di sisi lain, hidrogen bisa diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari batu bara dan gas (grey hydrogen), hingga yang berasal dari energi baru terbarukan (green hydrogen).

Persoalannya, hingga kini belum terdapat payung hukum khusus yang mengatur kebijakan hidrogen sebagai sumber energi alternatif.  “Tahun ini, kami targetkan adanya peta jalan hidrogen tersebut,” singgung Feby.

Padahal, terdapat tren global yang menunjukkan hidrogen sebagai primadona energi alternatif, termasuk untuk sektor transportasi khususnya otomotif. Bahkan Negeri Jiran Malaysia telah menetapkan peta jalan bagi pengembangan hidrogen sebagai jalan pintas menuju nol emisi sektor otomotif dan industri.

Hal inipun disesalkan Eniya Listiani Dewi, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Menurutnya, terdapat 40 negara di luar Indonesia yang telah memiliki peta jalan sekaligus menggarap hidrogen sebagai energi masa depan.

“Hidrogen ini harus sebagai wakeup call, karena realistis bagi Indonesia yang memiliki sumber melimpah,” kata Eniya.

Petronas bahkan telah menetapkan operasionalisasi fasilitas produksi hidrogen pada 2024. Sedangkan, Negara Bagian Sarawak telah mengoperasikan jaringan distribusi hidrogen untuk sektor otomotif dan transportasi darat.

“Tidak harus green hydrogen, semua memulainya juga dari grey hydrogen. Kita punya gas, batu bara, hingga ammonia yang bisa dikonversi jadi hidrogen, sembari mengubah sumber energi ke EBT menuju green,” ungkap Eniya.

KONSUMSI HIDROGEN

Seiring dengan tren global tersebut, sektor otomotif pun telah siap menyerap limpahan produksi hidrogen sebagai alternatif energi ramah lingkungan. Toyota menjadi salah satu pabrikan dari beberapa produsen otomotif yang telah banyak mengembangkan produk mobil hidrogen.

Selepas meluncurkan Toyota Mirai yang merupakan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) dengan konsumsi hidrogen, kini pabrikan asal Jepang itu mengembangkan generasi kedua teknologi hidrogen.

Pada generasi kedua ini, Toyota bahkan mengembangkan hidrogen internal combution engine/HICEV. “Sebagai offtaker, kami menunggu kebijakan dan kehadiran infrastruktur hidrogen, hal ini mempertajam strategi multi-pathway, dan ini merupakan game changer bagi Indonesia,” kata Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper