Bisnis.com, JAKARTA — Pengembangan teknologi bahan bakar hidrogen nampaknya masih jauh dari genggaman pemerintah Indonesia untuk saat ini. Padahal Thailand sudah mendapatkan investasi jumbo untuk pengembangan teknologi tersebut.
Rencana adopsi teknologi hidrogen Thailand dilakukan dengan investasi senilai 100 miliar baht atau US$2,7 miliar yang berasal dari berasal dari Siam Cement Group (SCG).
CEO SCG, Thammasak Sethaudom berencana untuk mempromosikan teknologi hidrogen sebagai bahan bakar baru terbarukan untuk masa depan nol karbon kepada masyarakat Thailand.
“Sekarang, kami sedang dalam proses pengujian di Thailand,” kata Thammasak kepada Nikkei Asia dalam sebuah wawancara eksklusif.
Sementara di Tanah Air, Toyota Astra Motor (TAM) tampaknya masih enggan untuk memasarkan produk dengan teknologi hidrogen meski dibebaskan dari PPnBM lantaran ketersediaan infrastruktur yang terbatas.
Aturan pembebasan PPnBM telah diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2021 (Rev. PP 73/2019) tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Baca Juga
Pada pasal 36 beleid tersebut tertuang bahwa kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 15% dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 0% dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles, atau fuel cell electric vehicles.
Marketing Director Toyota-Astra Motor, Anton Jimmi Suwandy mengatakan arahan dari prinsipal adalah untuk melihat permintaan, dan kondisi pasar otomotif Indonesia. Selain itu, implementasi multi pathway juga menjadi sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan.
Dia pun menegaskan Toyota tidak akan fokus pada segmen maupun wilayah tertentu, tetapi menyesuaikan kebutuhan produk dari segmen yang ada. Namun, dia juga menyebut tidak semua teknologi bisa diluncurkan sekaligus oleh merek asal Jepang tersebut.
Adapun, Toyota mengakui sangat serius untuk mengembangkan hidrogen seiring adanya kerja sama dengan PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Toyota bersama entitas Pertamina, yakni Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) sebelumnya telah sepakat untuk menyiapkan infrastruktur, hingga juga kerja sama dengan konsumen untuk memastikan tingkat permintaan.
Sementara PT PLN (Persero) melalui lewat subholding PLN Indonesia Power baru saja meresmikan HRS atau SPBU hidrogen di Senayan, Jakarta pada 21 Februari 2024. Rencananya SPBU ini akan dilakukan uji coba setidaknya tiga tahun sebelum masuk tahap komersialisasi.
“Kalau bicara hidrogen itu sama dengan BEV, dia butuh infrastruktur yang ready. Tidak mungkin kami hanya jual mobil, tapi pengisian tidak lengkap,” katanya di Jakarta dikutip Rabu (20/3/2024).
Di satu sisi, dia mengatakan dukungan dari pemerintah memiliki peran krusial. Apalagi sejauh ini fokus dari para eksekutif adalah untuk mendorong BEV.
Sementara itu, Toyota juga mengakui teknologi hybrid, dan plug-in hybrid (PHEV) merupakan sebuah realita dalam rangka transisi dari kendaraan berbasis fossil.
“Harapan kami mengurangi emisi secara total harus dengan berbagai line up,” jelasnya.