Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah disebut memiliki peranan penting sebagai pemangku kepentingan untuk mendorong pasar mobil listrik (Electric Vehicle/EV) di Indonesia.
PwC Indonesia Automotive Leader Hendra Lie mengatakan insentif dari pemerintah juga sangat penting dalam menentukan arah penerapan EV. Selain itu, baik pemerintah maupun swasta perlu menjalin kemitraaan guna memperluas infrastruktur pengisian daya termasuk teknologi fast-charging.
Adanya inovasi seperti supercharger dinilai harus menjadi fokus dari para produsen guna meningkatkan teknologi yang mengurangi waktu pengisian daya. Hal ini pun merupakan kesadaran komprehensif yang menyoroti kemajuan teknologi EV.
Selain itu, hal ini pun dapat memberikan manfaat jangka panjang baik dari segi biaya, lingkungan, dan bahkan mengubah persepsi masyarakat.
“Transisi ke EV tidak bisa dihindari. Namun, kecepatan transisi ini bergantung pada penanganan kekhawatiran konsumen,” tuturnya dikutip Selasa (17/10/2023).
Saat ini pun pengembangan baterai solid-state sedang dikembangkan untuk membuat produk EV dengan jarak tempuh yang jauh, mempercepat waktu pengisian daya, serta peningkatan keselamatan.
Baca Juga
Di sisi lain, inovasi untuk pengisian daya nirkabel atau wireless charging juga dapat meningkatkan fleksibilitas dalam mengendarai EV. Kemajuan teknologi ini pun dapat mengurangi biaya perawatan EV dan memperpanjang usia kendaraan.
Dalam survei yang dilakukan oleh PwC, sebanyak 87% responden khawatir mengenai biaya penggantian baterai. Kemudian 83% responden mengkhawatirkan harga suku cadang, 66% khawatir akan pengeluaran tak terduga, dan 59% mengkhawatirkan biaya perawatan.
Konsumen juga masih memiliki keraguan akan ketersediaan infrastruktur seperti stasiun pengisian untuk kendaraan listrik, baik untuk mobil maupun sepeda motor. Selain itu, ketersediaan pengisian daya daerah terpencil pun menjadi salah satu faktor yang membuat konsumen ragu akan EV.
Meski pasar EV diperkirakan tumbuh dalam beberapa tahun ke depan, Hendra menyebut adanya pergeseran untuk mengakomodasi permintaan baru terutama dalam menanggapi isu keberlanjutan dan kemajuan teknologi.
“Adopsi EV di Indonesia lebih lambat dibandingkan di pasar global. Oleh karena itu, para pemimpin industri dan pembuat kebijakan sedang mempersiapkan masa depan di mana kendaraan ramah lingkungan dapat memainkan peran utama di pasar,” tuturnya.
Pemerintah pun telah memberikan insentif berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) melalui PMK 38/2023.
Dalam beleid tersebut mobi listrik dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40% mendapatkan pengurangan PPN hingga 10%.
Sementara untuk bus listrik dengan TKDN 20% sampai kurang dari 40% mendapat pengurangan PPN sebesar 5%. Kemudian untuk bus listrik dengan TKDN minimal 40% mendapat pengurangan PPN 10%.
Selanjutnya untuk motor listrik, pemerintah memberikan insentif berupa subsidi hingga Rp7 juta dengan syarat 1 NIK untuk 1 unit motor listrik. Hal ini telah diatur melalui Permenperin 21/2023.