Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penjualan Mobil Listrik Anjlok 3 Bulan Terakhir di Tengah Guyuran Insentif Jumbo

Penjualan mobil listrik berbasis baterai (BEV) terpantau mengalami penurunan dalam kurun waktu tiga bulan terakhir di tengah guyuran insentif pajak
Ilustrasi. Wuling Mitra EV resmi meluncur dan mengincar segmen kendaraan komersial listrik. Bisnis/Rizqi Rajendra
Ilustrasi. Wuling Mitra EV resmi meluncur dan mengincar segmen kendaraan komersial listrik. Bisnis/Rizqi Rajendra

Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) terpantau mengalami penurunan dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, periode April hingga Juni 2025. Padahal, sejak awal tahun pemerintah telah mengguyur insentif pajak untuk pembelian mobil listrik.

Menilik data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil listrik secara keseluruhan pada semester I/2025 sebanyak 35.846 unit.

Jika dilihat secara lebih detail, pada Januari-Maret 2025 memang terjadi kenaikan penjualan mobil listrik, seiring dengan insentif yang dikucurkan pemerintah senilai triliunan rupiah pada awal tahun.

Kendati demikian, tren penjualan BEV melambat sejak April hingga Juni 2025. Perinciannya, penjualan mobil listrik pada April turun 16,36% menjadi 7.402 unit, dibandingkan 8.850 unit pada Maret 2025.

Kemudian, penjualan mobil listrik pada Mei juga turun 13,63% menjadi 6.393 unit, dan lanjut melemah menjadi 5.501 unit pada Juni 2025.

Berikut perincian penjualan mobil listrik periode Januari-Juni 2025 berdasarkan data Gaikindo:

Bulan Penjualan Mobil Listrik
Januari 2.517 unit 
Februari 5.183 unit
Maret 8.850 unit
April 7.402 unit
Mei 6.393 unit
Juni 5.501 unit

Adapun, pasar mobil listrik di Indonesia diramaikan oleh pabrikan asal China. Terlebih, sejumlah merek seperti Wuling, Chery, Aion hingga XPeng sudah mulai memproduksi lokal. Sementara, BYD masih dalam tahap pembangunan pabrik yang diestimasikan rampung akhir 2025.

Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai, penurunan penjualan mobil listrik saat ini terutama disebabkan oleh kondisi ekonomi yang sedang sulit, seperti inflasi, bunga kredit yang tinggi, dan melemahnya daya beli masyarakat secara umum.

"Lonjakan penjualan besar-besaran pada Maret lalu terjadi karena banyak konsumen ingin memanfaatkan insentif pemerintah di awal tahun. Setelah momen tersebut lewat, permintaan kembali normal dan pasar mulai stabil," ujar Yannes kepada Bisnis, Selasa (15/7/2025).

Selain itu, lanjutnya, calon konsumen yang tabungannya terbatas kini bersikap wait and see menjelang evaluasi kebijakan insentif BEV di akhir 2025. Mereka menunda pembelian menunggu skema insentif di 2026, selain mulai berhati-hati setelah munculnya isu depresiasi tinggi harga BEV bekas.

Di lain sisi, insentif pemerintah sejatinya efektif dan berhasil menjadi daya tarik fundamental bagi banyaknya investor mobil listrik BEV untuk masuk pasar Indonesia, serta berkomitmen untuk memproduksi lokal.

"Namun, belum cukup menarik calon konsumen di pasar lokal, karena faktor seperti infrastruktur SPKLU yang masih terbatas, melemahnya daya beli kelas menengah, dan masuh rendahnya kesadaran lingkungan sepertinya telah membatasi efektivitas insentif yang diberikan," pungkasnya.

Realisasi Insentif

Di lain sisi, banjir mobil listrik di tengah kelesuan pasar merupakan catatan tersendiri. Sejak digongkan kebijakan subsidi mobil listrik, termasuk untuk impor utuh, tingkat pertumbuhan penjualan mobil listrik cukup signifikan.

Mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, pemerintah telah memberikan insentif PPN DTP 10% untuk impor mobil listrik completely knocked down (CKD).

Lalu, PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15%, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.

Pemerintah mengungkapkan realisasi paket stimulus ekonomi tahap I/2025 yang menyasar insentif mobil listrik mencapai Rp13,2 triliun, selama periode Januari-Februari. Jumlah itu melampaui alokasi untuk bantuan tarif listrik hingga Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP.

Berdasarkan Laporan Semester I APBN 2025, pemerintah mengungkapkan ‘subsidi’ mobil listrik mencakup Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 10%, Pajak Penjualan Barang Mewah DTP 15%, serta pembebasan bea masuk.

Keseluruhan subsidi itu hanya khusus untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), termasuk bagi produk impor utuh. Sementara itu, untuk bantuan mobil hybrid, realisasi anggaran mencapai Rp800 miliar, untuk diskon PPnBM DTP 3%.

Pabrikan EV Raup Cuan

Kendati penjualan secara bulanan melemah, namun jika dipotret secara tahunan, penjualan BEV sejatinya mengalami pertumbuhan signifikan. Produsen mobil asal China, Wuling Motors mengakui bahwa kenaikan tersebut salah satunya dipicu oleh insentif pajak yang dikucurkan pemerintah.

Public Relations Manager Wuling Motors Brian Gomgom mengatakan, transisi konsumen dari kendaraan bermesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) ke mobil listrik berbasis baterai (BEV) mulai meningkat.

"Kalau kita lihat ini transisi konsumen dari ICE ke EV itu sudah mulai naik. Jadi transisi ini naik penyebabnya adalah pertama, ya mobil listrik ini harganya sudah mulai terjangkau karena ada insentif," ujar Gomgom kepada Bisnis, dikutip Selasa (15/7/2025).

Mengacu data Gaikindo, penjualan mobil listrik tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. Misalnya, pada 2022, penjualan mobil listrik tercatat sebanyak 10.327 unit, lalu naik 65,11% secara tahunan menjadi 17.051 unit pada 2023.

Kemudian, penjualan mobil listrik BEV lanjut mengalami kenaikan 153,28% year on year (yoy) menjadi 43.188 unit pada 2024.

Untuk model mobil listrik berbasis baterai milik Wuling terdiri atas Wuling Air EV, Wuling Binguo EV, Wuling Cloud EV yang berkonfigurasi lima penumpang. Terbaru, Wuling meluncurkan Mitra EV di segmen kendaraan niaga.

"Faktor kedua, biaya energinya jauh lebih murah dibandingkan dengan kendaraan fosil. Lalu yang ketiga, banyak pilihan, yang tadinya masih sedikit sekarang sudah banyak pilihan model mobil listrik,” jelasnya.

Alhasil, menurutnya, ketiga faktor itulah yang membuat penjualan mobil listrik meningkat, dengan pangsa pasar (market share) 9,5% per Juni 2025. Gomgom menyebut, karakter konsumen di Indonesia lebih tanggap dan lebih adaptif untuk mobil listrik.

Gomgom mengatakan, Wuling sudah mendapatkan insentif dari pemerintah sejak meluncurkan mobil listrik pertamanya, yakni Air EV pada 2022 lalu.

“Kami lihat itu memang salah satu daya tarik juga ya, karena dengan ada insentif dan juga TKDN yang sudah lebih dari 40%, jadi konsumen bisa menikmati insentif PPN 10%, jadi harganya pun juga bisa mulai terjangkau,” pungkasnya.

Kendati demikian, Wuling juga menghadapi sejumlah tantangan, seiring dengan ramainya merek mobil listrik asal China yang masuk pasar RI. Beberapa di antaranya BYD, Chery, Aion, hingga Geely.

Tak ketinggalan, di segmen mobil listrik premium, PT Indomobil Energi Baru, agen pemegang merek (APM) Maxus di Indonesia, juga telah memproduksi lokal mobil multi-purpose vehicle (MPV) listrik premium, Maxus Mifa 7 dan Mifa 9.

Chief Operating Officer PT Indomobil Energi Baru, Yudhy Tan mengatakan, perseroan telah mulai memproduksi dua model mobil listrik Maxus tersebut di pabrik PT National Assemblers yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat.

Dia menjelaskan, pada tahap awal, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mobil listrik Maxus Mifa 7 dan Mifa 9 itu ditargetkan sebesar 40% sesuai anjuran pemerintah. Hal itu juga memungkinkan Maxus untuk menerima insentif pajak.

“TKDN pada tahap awal harus 40% sesuai dengan anjuran pemerintah. Kemudian secara bertahap akan ditingkatkan lagi menjadi 60%, kalau tidak salah mulai 2027,” jelasnya.

Alhasil, jika telah diberikan insentif, harga jual Maxus Mifa 7 dan Mifa 9 berpotensi lebih murah. Terlebih, biaya untuk memproduksi lokal atau CKD umumnya lebih murah dibandingkan diimpor secara utuh (completely built up/CBU).

Saat ini, harga Maxus Mifa 7 dibanderol sebesar Rp799 juta, sedangkan Maxus Mifa 9 dihargai senilai Rp1,09 miliar. Yudhy pun tak menampik jika setelah diproduksi lokal akan ada penyesuaian harga dan spesifikasi, namun dia belum bisa menginformasikan secara detil untuk saat ini.

“Pasti, saya rasa semua strateginya sama, kalau setelah CKD akan ada beberapa penyesuaian [harga dan spesifikasi], kita tunggu saja,” pungkas Yudhy.

Sebagai tambahan informasi, Gaikindo menargetkan penjualan mobil listrik berbasis baterai (BEV) tembus 60.000 unit hingga akhir 2025.

Data Gaikindo mencatat, penjualan mobil listrik sepanjang 2024 lalu mencapai 43.188 unit. Artinya, jika ingin mencapai target 60.000 unit pada tahun ini, maka perlu ada kenaikan sebesar 39% secara tahunan (year-on-year/YoY).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper