Bisnis.com, JAKARTA – Setelah diramaikan dengan kritik Bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Baswedan, kebijakan subsidi kendaraan listrik mendapatkan sorotan tajam dari para warganet.
Hal ini dibuktikan oleh riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) yang menemukan bahwa sebanyak 85,5 persen warganet menolak kebijakan baru tersebut.
Survei ini dilakukan di media sosial khususnya Twitter dalam rentang waktu lima hari, dari tanggal 8 Mei-12 Mei 2023 dan mencatat ada 18.921 pembicaraan mengenai topik ini di 15.139 akun, dengan frekuensi pembicaraan yang memuncak pada tanggal 10 Mei 2023, atau tiga hari usai Anies mengkritik kebijakan ini di depan pendukungnya di Stadion Gelora Bung Karno (GBK).
Dari riset digital tersebut ditemukan bahwa sebanyak 85,5 persen warganet menolak kebijakan subsidi kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dengan berbagai alasan.
Data Analyst Continuum Indef Wahyu Tri Utomo menyebutkan berdasarkan analisis alasan penolakan tertinggi yang dicatat oleh pihaknya, terlihat bahwa sebanyak 58,6 persen warganet menilai kebijakan subsidi EV ini hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.
“Dari top analisis, ada tiga analisis teratas diisi oleh negatif atau penolakan yang jika digabungkan menempati hampir 60 persen warganet, tiga analisis ini dengan persamaan yaitu kritik masyarakat didasarkan pada subsidi ini hanya menguntungkan segelintir pihak,” tutur Wahyu dalam diskusi bertajuk “Subsidi Mobil Listrik: Insentif untuk yang Berdaya Beli” yang dilakukan secara virtual pada Minggu (21/5/2023).
Baca Juga
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan segelintir pihak yang dimaksud dalam hal ini meliputi pembeli yang merupakan kalangan dengan ekonomi menengah ke atas.
Dalam diskusi ini, Wahyu juga menyoroti istilah “pengpeng” yang ditulis oleh akun @ZAEffendy. Pengpeng merupakan singkatan dari penguasa-pengusaha, merujuk pejabat yang memiliki kekuasaan sekaligus berstatus pengusaha. Menurutnya, hal ini turut menyumbang ketakutan masyarakat mengenai subsidi ini yang akan berakhir tidak tepat sasaran dan hanya menguntungkan sebagian pihak saja.
Dalam program subsidi kendaraan listrik, misalnya, Indef mencatat nama pejabat yang sering dikaitkan adalah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga merupakan Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo). Selain Moeldoko, terdapat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan seringkali dikaitkan dengan keberadaan TOBA yang bersinergi dengan beberapa perusahaan akan memproduksi kendaraan listrik roda dua, Electrum.
“Ini akhirnya memunculkan kecurigaan dari masyarakat, jangan-jangan subsidi ini untuk pengpeng ini sendiri bukan untuk masyarakat yang membutuhkan, dan topik ini cukup hangat dibahas di media sosial terkait penolakan subsidi mobil listrik,” tambah Wahyu.
Wahyu menyimpulkan, 80 persen warganet yang menolak subsidi ini, berasumsi pada subsidi ini tidak tepat sasaran dan hanya menguntungkan sebagian pihak. Sementara, penolakan lain berkaitan dengan anggapan bahwa EV tidak mengurangi polusi secara signifikan serta anggapan pasar EV yang sudah besar meskipun tanpa adanya subsidi.
Sementara, sebanyak 14,2 persen warganet yang setuju dengan kebijakan subsidi EV ini menilai subsidi ini menjadi pemantik industri mobil listrik untuk maju. “Nanti setelah maju, subsidi ini akan dihilangkan,” pungkas Wahyu.