Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APM Kendaraan Listrik Wajib Pangkas Margin, Tidak Sekadar Andalkan Insentif

Margin profit para agen pemegang merek atau APM yang memasarkan kendaraan listrik, khususnya roda empat masih cukup tinggi.
Ioniq 5 menghadirkan pengalaman baru melalui desain EV inovatif yang menggugah ikon pembentuk DNA desain Hyundai. /Hyundai
Ioniq 5 menghadirkan pengalaman baru melalui desain EV inovatif yang menggugah ikon pembentuk DNA desain Hyundai. /Hyundai

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dijadwalkan mengumumkan kebijakan subsidi ataupun insentif kendaraan listrik pemerintah pada hari ini, Senin (6/3/2023). Kebijakan itu guna menstimulasi populasi kendaraan listrik, karena itu produsen pun harus ikut berkontribusi dengan memangkas margin profit.

Sebagaimana diketahui, insentif kendaraan listrik akan menyasar kendaraan bermotor roda empat (R4) dan dua (R2). Untuk sepeda motor akan mendapatkan subsidi Rp7 juta per unit, sedangkan mobil listrik kabarnya akan mendapatkan potongan pajak berupa tarif PPN 1 persen.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa selain dari pemerintah, produsen juga seharusnya berkontribusi untuk memperbesar populasi kendaraan listrik.

"Selain subsidi negara untuk kendaraan listrik memang diperlukan kontribusi dari sisi produsen yakni lewat pemangkasan margin dari harga jual," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (6/3/2023).

Alhasil, kata Bima, pemotongan margin dari harga jual produsen akan mendongkrak volume kendaran listrik di Tanah Air.

Selain itu, untuk mendorong ekosistem kendaraan listrik, Bima menyebutkan bahwa produsen bisa memangkas biaya riset dan rencana belanja modal yang dialihkan untuk mobil listrik.

"Dengan membuat harga kendaraan listrik terjangkau, efeknya volume penjualan kendaraan listrik akan meningkat. Disisi lain produsen bisa mengalihkan biaya riset dan capital expenditure atau rencana belanja modal ke mobil listrik," jelasnya.

Sebab, menurutnya,  produksi mobil cetus internal atau ICE dan mobil listrik sekaligus akan terhambat. Di satu sisi, pemerintah juga bisa mendesak produksi mobil ICE ke depannya.

"Kalau masih produksi mobil BMM dan listrik sekaligus tentu akan susah, produsen tetap dorong mobil BBM. Pemerintah juga bisa lakukan pembatasan produksi mobil BBM baru kecuali untuk orientasi ekspor," pungkasnya.

berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis, harga importasi BEV yang dipasarkan di Indonesia jauh lebih murah. Mengacu data yang diterima dari lingkungan Kementerian Keuangan itu, terdapat total nilai impor BEV mencapai US$162,43 juta setara Rp2,53 triliun selama periode 2021 hingga September tahun lalu.

Berdasarkan data tersebut, PT SGMW Motor Indonesia  memiliki total nilai impor US$33,98 juta untuk 4.554 unit.

Satu-satunya produk BEV Wuling di Tanah Air adalah Air ev. Singkatnya, secara rata-rata harga impor Wuling Air ev hanya sekitar Rp113 juta per unit. Sebaliknya, harga OTR Wuling Air ev mencapai Rp243-Rp300 juta.

Sementara itu, Hyundai Motors Indonesia dan Hyundai Motor Manufacturing Indonesia mencatatkan nilai impor sebanyak US$100,1 juta, setara Rp1,521 triliun. Sedikitnya, Hyundai memasarkan BEV beberapa model, antara lain Kona, Genesis, Ioniq, dan Ioniq 5. Alhasil, secara rata-rata, produk BEV Hyundai memiliki harga impor Rp596,1 juta per unit. Sedangkan untuk harga OTR Hyundai Ioniq 5 yang paling banyak dilego mencapai Rp748 juta-Rp859 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper