Bisnis.com, JAKARTA – Banjir impor mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) di pasar domestik kian mengancam para pelaku industri komponen otomotif lokal di Tanah Air.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, mayoritas mobil listrik itu diimpor secara utuh (completely built up/CBU) sehingga berdampak terhadap pabrikan eksisting yang telah berkomitmen untuk memproduksi lokal dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tinggi.
"Bahwa [pabrikan] yang kandungan lokalnya tinggi itu tertekan, volumenya makin menurun, sedangkan kemudian muncul kendaraan listrik yang kandungan lokalnya sangat rendah, volumenya meningkat. Ini akan mengganggu keseimbangan industri dalam negeri kita," ujar Kukuh di Jakarta, dikutip Selasa (26/8/2025).
Lebih lanjut dia mengatakan, TKDN berperan penting bagi industri kendaraan bermotor, karena melibatkan industri komponen tier 1, tier 2 hingga ribuan industri kecil dan menengah (IKM).
Kukuh mengungkapkan, meskipun Gaikindo tidak secara langsung menaungi industri komponen, namun para pelaku usaha banyak yang mengeluhkan terkait lesunya pasar otomotif domestik sehingga suplai komponen otomotif juga berkurang.
“Bahkan, saya belum mengonfirmasi angkanya, ada perusahaan yang kemudian mereka sudah melakukan pemutusan hubungan kerja [PHK], karena volume kendaraan yang dijual di dalam negeri menurun, suplai mereka juga menurun,” jelasnya.
Baca Juga
Menurutnya, industri komponen otomotif masih tertolong oleh pasar ekspor. Namun, Kukuh menekankan bahwa kinerja pasar otomotif domestik perlu digenjot agar tidak berdampak luas terhadap tenaga kerja di industri komponen maupun pabrikan kendaraan.
“Mengenai produksi, utilisasinya jadi turun lagi, padahal sempat naik ke 73%, dikhawatirkan ini akan turun lagi, di kisaran 55-60%. Padahal, lapangan kerja di sana cukup banyak,” pungkasnya.
Data Gaikindo mencatat, sepanjang Januari-Juli 2025, total penjualan mobil wholesales sebanyak 435.390 unit, atau merosot 10,1% (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama pada 2024 sebanyak 484.250 unit.
Penjualan mobil secara ritel pun menyusut 10,8% menjadi 453.278 unit, dibandingkan pada 7 bulan pertama 2024 yang sebanyak 508.041 unit.
Di lain sisi, penjualan wholesales mobil listrik murni pada 7 bulan pertama 2025 tembus sebanyak 42.178 unit. Bahkan, angka itu nyaris melampaui capaian penjualan mobil listrik sepanjang 2024 di angka 43.188 unit.
Respons Pemerintah
Pada saat yang sama, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono mengakui bahwa maraknya kendaraan listrik (BEV) juga turut berdampak terhadap penjualan mobil konvensional (internal combustion engine/ICE).
“Jadi memang harus kita akui kalau yang terkait dengan kendaraan ICE itu bisa sampai puluhan ribu komponen, sementara kalau kendaraan BEV kan hanya ribuan saja. Sehingga pastinya akan ada dampak kepada industri komponen nasional karena kebutuhannya pasti akan berkurang,” jelas Tunggul.
Tunggul pun mengatakan bahwa Kemenperin sudah berkomunikasi dengan Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) agar para pelaku industri komponen otomotif melakukan peralihan (switching) untuk memproduksi komponen industri penerbangan atau maritim.
“Kami sudah beberapa kali komunikasi juga dengan GIAMM sebagai asosiasi industri komponen, bahwa kami juga mengarahkan agar mulai melakukan switching produk mereka dari komponen kendaraan bermotor, untuk mulai mengembangkan komponen kebutuhan misalnya industri komponen aviasi atau maritim,” pungkasnya.