Bisnis.com, JAKARTA – Selain tak membutuhkan isi ulang daya yang memakan waktu berjam-jam, mobil hidrogen masih mempertahankan teknologi cetus internal sehingga tak mengubah bentuk engine. Singkatnya, mobil hidrogen lebih fleksibel, serta masih klop dengan ekosistem komponen eksisting.
Saat ini tren kendaraan ramah lingkungan terus meningkat secara global, mulai dari mobil listrik murni berbasis baterai (BEV) maupun hibrida (HEV). Selain itu, ternyata salah satu jenis kendaraan rendah emisi lain yaitu kendaraan hidrogen atau FCEV berpeluang berkembang beriringan dengan tren kendaraan listrik.
Fuel Cell Electric Vehicles atau FCEV telah ramai diperkenalkan berbagai pabrikan. Menurut data analis dari Korea Selatan, SNE Research mengungkapkan bahwa kendaraan hidrogen juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun lalu.
Tercatat, penjualan mobil bertenaga hidrogen global sepanjang Januari-November 2022 telah dilego sebanyak 18.457 unit. Capaian tersebut naik 14,2 persen secara tahunan dibanding periode sama 2021 sebanyak 16.166 unit.
Lantas, bagaimana perbedaan kendaran listrik murni berbasis baterai (BEV) dan FCEV?
Dikutip afdc.energy.gov pada Sabtu (14/1/2023), kendaraan dengan sel bahan bakar hidrogen ini menggunakan sistem propulsi yang mirip dengan kendaraan listrik, di mana energi yang disimpan sebagai hidrogen diubah menjadi listrik oleh sel bahan bakar.
Baca Juga
Tidak seperti kendaraan bermesin pembakaran internal konvensional, kendaraan ini tidak menghasilkan emisi karbon yang berbahaya.
Cara kerjanya, FCEV berbahan bakar gas hidrogen murni yang disimpan dalam tangki di kendaraan ini sangat mirip dengan kendaraan mesin pembakaran internal konvensional. Kemudian, kendaraan ini dapat mengisi bahan bakar dalam waktu kurang dari 4 menit dan memiliki jarak tempuh lebih dari 300 mil.
Kendaraan hidrogen juga dilengkapi dengan teknologi canggih lainnya untuk meningkatkan efisiensi laju kendaraan. Konsep ini sama dengan sistem pengereman regeneratif yang menangkap energi yang hilang selama pengereman dan menyimpannya dalam baterai.
Bicara soal emisi, FCEV ini hanya memancarkan uap air dan udara hangat, tidak menghasilkan emisi knalpot. Mirip dengan listrik, hidrogen adalah pembawa energi yang dapat diproduksi dari berbagai bahan baku. Bahan baku dan metode produksi ini harus dipertimbangkan saat mengevaluasi emisi hidrogen.
Sedangkan, mobil listrik murni (BEV) merupakan kendaraan yang beroperasi dengan bergantung pada daya baterai. Saat melaju, kendaraan listrik ini dikenal sebagai mobil yang tidak memiliki suara sama sekali saat melintas di jalanan, serta mudah dikendarai.
Walau tidak menghasilkan polusi berbahaya atau biasa disebut dengan kendaraan nol emisi, BEV membutuhkan pasokan listrik yang masih bersumber mayoritas batu bara. Sehingga, ke depan, proyek nol emisi lewat BEV akan sangat tergantung dengan keberadaan pembangkit listrik energi baru terbaruka (EBT).
Untuk diketahui, produsen yang bermain pada segmen FCEV adalah Hyundai Motor Company dengan menempati posisi teratas dari hasil penjualan SUV bertenaga hidrogen andalannya yakni Nexo, dengan menguasai pangsa pasar 58 persen.
Adapun, urutan kedua bertengger Toyota Motor Corp dengan sedan hidrogen miliknya, yakni Toyota Mirai dengan torehan penjualan 3.238 unit. Kinerja penjualan FCEV milik Toyota ini menyusut 42,8 persen, mengingat tahun 2021 kendaraan hidrogen Toyota dilego sebanyak 5.662 unit.