Bisnis.com, JAKARTA- Pengembangan ekosistem mobil listrik di Indonesia pada faktanya masih tertinggal dibandingkan Thailand. Sebut saja terkait populasi maupun volume penjualan produk mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) Indonesia terbilang masih minim.
Total penjualan khusus battery electric vehicle (BEV) di Thailand pada semester I/2022 telah menembus 3.097 unit. Terdapat 28 model BEV yang ditawarkan bagi konsumen di sana.
Sebaliknya, Penjualan mobil berteknologi listrik pada periode Januari-Juli tahun ini tercatat sebesar 2.039 unit. Realisasi penjualan model mobil yang terdiri dari HEV, PHEV, dan BEV itu terbilang stagnan dibandingkan kinerja pada periode sama tahun lalu sebesar 2.027 unit.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), tingkat pertumbuhan segmen mobil listrik ragam teknologi itu hanya tumbuh 0,59 persen secara YoY. Hanya terdapat enam model BEV yang telah dipasarkan, antara lain Hyundai Ioniq dan Kona, Hyundai Genesis, Lexus UX 300e, Nissan Leaf, dan DFSK Gelora EV.
Fakta lainnya, Thailand mengobral banyak kebijakan yang memudahkan kepemilikan mobil listrik, plus pembangunan infrastruktur lebih banyak. Dengan wilayah lebih kecil, Thailand berdasarkan data Electric Vehicle Association Thailand (EVAT) telah mempunyai 2.459 stasiun pengisian daya, tersebar di 855 lokasi.
Sebaliknya Indonesia, diklaim baru memiliki 267 unit SPKLU yang tersebar di 195 lokasi. Padahal, mengutip riset Frost & Sullivan terhadap pasar mobil listrik Asean, persoalan keandalan pengisian daya merupakan hal mendasar yang membuat konsumen enggan berpindah ke produk elektrik.
Baca Juga
Di lain pihak, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang masih meyakini Indonesia mempunyai berbagai kekuatan untuk mengejar Thailand. Hal utama, katanya, kepemilikan sumber daya alam yang melimpah.
“Indonesia memiliki competitive advantage berupa nikel dan kobalt yang merupakan material penting untuk baterai litium. Selain itu, bauksit yang bisa diolah menjadi aluminium dan kemudian dapat dimanfaatkan untuk kerangka mobil listrik, serta tembaga yang dibutuhkan untuk baterai dan komponen wiring di mobil listrik,” jelasnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Kekuatan lainnya, Indonesia masih merupakan pasar terbesar produk otomotif di Asean. “Terlebih, pertumbuhan penduduk kelas menengah cukup pesat, dengan rasio kepemilikan kendaraan yang masih cukup rendah [99 per 1.000 penduduk,” simpul Agus.
Dalam setahun terakhir, Kemenperin mengklaim telah merangsang banyak kehadiran industri mobil listrik. Kemenperin mencatat terdapat 4 Industri bus listrik dengan kapasitas produksi 2.480 unit/ tahun; 3 industri bus listrik dengan kapasitas produksi 13.000 unit/ tahun; dan 31 industri sepeda motor listrik dengan kapasitas produksi 1,04 juta unit/ tahun.
“Dalam setahun terakhir ini, saya sebagai Menperin telah memimpin langsung pertemuan dan penjajakan kerja sama dengan para prinsipal otomotif untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan elektrifikasi,” tukas Agus.
Meski demikian, petarungan industri elektrifikasi itupun sangat ditentukan dari seberapa siap ekosistem sedari hulu hingga hilir, dimulai dari daya serap pasar kemudian menuju industrialisasi. Di luar hal itu, kemudahan perizinan dan keandalan sistem logistik juga menentukan, Thailand mempunyai nilai plus di sana.