Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Mobil Listrik Thailand Lebih Progresif, Ini Buktinya!

Pemerintah Thailand menghela kebijakan pengembangan mobil listrik yang berkesinambungan dan komplit mengintervensi pasar hingga menginisasi infrastruktur.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjajal mobil listrik KIA EV6 di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2022 di ICE BSD, Kamis (11/8/2022) - BISNIS/Khadijah Shahnaz.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjajal mobil listrik KIA EV6 di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2022 di ICE BSD, Kamis (11/8/2022) - BISNIS/Khadijah Shahnaz.

Bisnis.com, JAKARTA- Perebutan hub regional produksi kendaraan listrik di Asean masih berlangsung. Lawan terberat Indonesia adalah Thailand.

Kawasan Asean bisa dibilang salah satu pasar terbesar di dunia. Berdasarkan data OICA, selama 2021, pasar regional ini mampu menyerap sebanyak 2,8 juta unit roda empat.

Dengan catatan tersebut, Asean merupakan pasar terbesar keenam di dunia. Sedangkan dari sisi produksi, negara-negara Asean berhasil membesut 3,54 juta unit produk roda empat.

Di sisi lain, potensi pasar regional masih terus berkembang. Seiring dengan itu, tren kendaraan listrik terutama roda empat pun mengincar pasar dan basis produksi Asean yang terbilang mapan.

Pada posisi inilah, petarungan antara Thailand dan Indonesia tidak terelakan. Kedua negara sama-sama bersaing sebagai basis produksi sekaligus pasar potensial terbesar di regional.

Sejauh ini, Indonesia lebih unggul dari Thailand dari sisi pasar otomotif. Pasar domestik Indonesia mencapai 887.202 unit dan Thailand sebesar 792.146 unit pada tahun lalu. Hal itupun terjadi pada masa pra pandemi.

Sebaliknya, jika menengok kemampuan produksi, Thailand memukul telak Indonesia. Total produksi mobil Thailand mencapai 1,68 juta unit dan Indonesia sebanyak 1,1 juta unit pada tahun lalu. Sedangkan pada 2019, jumlah produksi Thailand bahkan telah menembus 2 juta unit, saat Indonesia hanya memproduksi 1,2 juta unit.

Bagi pemain otomotif global, pada tataran regional tentunya Indonesia dan Thailand memiliki nilai lebih dibandingkan negara lainnya. Dengan kemampuan manufaktur dan pasar yang besar, ekosistem industri seperti pemasok hingga rantai pasok otomotif telah tercipta.

Persoalan kemudian dalam menghadapi tren elektrifikasi, tentunya Indonesia ngotot merebut posisi hub regional dari tangan Thailand. Hal itupun sangat memungkinkan mengingat adanya kepemilikan material yang dibutuhkan industri mobil listrik dikuasai oleh Indonesia.

Namun begitu, dari fakta yang ada, populasi kendaraan listrik justru Thailand lebih adaptif. Membesarnya pasar mobil listrik ini menjadi garansi bagi investasi pemain otomotif global guna memasarkan hingga memproduksi produk.

Total penjualan khusus battery electric vehicle (BEV) di Thailand pada semester I/2022 telah menembus 3.097 unit. Terdapat 28 model BEV yang ditawarkan bagi konsumen di sana.

Sebaliknya, Penjualan mobil berteknologi listrik pada periode Januari-Juli tahun ini tercatat sebesar 2.039 unit. Realisasi penjualan model mobil yang terdiri dari HEV, PHEV, dan BEV itu terbilang stagnan dibandingkan kinerja pada periode sama tahun lalu sebesar 2.027 unit.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), tingkat pertumbuhan segmen mobil listrik ragam teknologi itu hanya tumbuh 0,59 persen secara YoY. Hanya terdapat enam model BEV yang telah dipasarkan, antara lain Hyundai Ioniq dan Kona, Hyundai Genesis, Lexus UX 300e, Nissan Leaf, dan DFSK Gelora EV.

KOMPARASI KEBIJAKAN

Pada sudut berbeda, melihat geliat elektrifikasi kedua negara memulai langkah yang tidak berbeda jauh. Keduanya sama-sama mengobral paket insentif fiskal bagi para investor serta memberikan keistimewaan bagi konsumen mobil listrik.

Hanya saja, kebijakan Thailand tampak lebih berkesinambungan dan komplit. Alhasil, secara ekosistem, Thailand pun jauh lebih siap.

Thailand sebelumnya berhasil melakukan manuver kebijakan yang atraktif untuk mengembangkan kendaraan ramah lingkungan seperti program Eco Car meluncur kali pertama pada 2008.

Hasilnya, program Eco Car yang berjalan hingga jilid kedua itu sebagai magnet investasi baru. Beragam produk pun berhasil diproduksi seperti Nissan March, Suzuki Swift, Tata Nano, hingga Toyota All New Yaris.

Indonesia jauh tertinggal. Kebijakan serupa bertajuk low cost green car baru diperkenalkan pada 2013.

Pada babak menuju elektrifikasi industri otomotif kali ini, Indonesia pun telah kecolongan di beberapa sisi. Dalam hal pengembangan pasar, segmen mobil listrik di pasar domestik yang masih didominasi model hybrid (HEV) masih kalah jauh dibandingkan realisasi penjualan di Thailand.

Sejauh ini, Thailand berhasil memanfaatkan momentum masuknya berbagai pabrikan China untuk mengubah lanskap pasar. Salah satu berkah bagi Thailand adalah hengkangnya General Motors yang diambil alih Great Wall Motors (GWM), produsen mobil asal China.

GWM berkomitmen menghadirkan produksi mobil listrik di “Negeri Gajah Putih”. Kini salah satu produk anyar yang baru diperkenalkan pada Oktober lalu berupa city car Ora Good Cat malah meraji pasar BEV.

Ora Good Cat mencatat penjualan sebanyak 1.355 unit selama periode Januari-Juni tahun ini. Model lainnya yang juga mendominasi pasar yaitu Volvo XC40 dan MG EP.

Di sisi lain, Indonesia masih menghadapi kendala dari sisi harga mobil elektrik yang masih menyasar segmen terbatas, serta kemampuan menghadirkan infrastruktur lebih banyak. Hal itu seperti diungkapkan Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto.

Menurutnya, mobil listrik masih merupakan “barang mewah” yang dari segi harga tinggi dan model masih terbatas pada sedan, city car, dan SUV. “Segmen paling besar di kita mobil Rp300 juta ke bawah, itu 80 persen pasarnya. Segmen terbesar masih MPV,” kata Jongkie kepada Bisnis.

Hal serupa juga diutarakan Marketing Director TAM Anton Jimmy Suwandi. TAM yang juga membawahi merek premium Lexus hanya berhasil melego 31 unit BEV Lexus UX 300 e selama dua tahun sejak diperkenalkan.

“Konsumennya masih terbatas, mereka pemilik mobil-mobil premium juga,” kata Anton.

Thailand mengobral banyak kebijakan yang memudahkan kepemilikan mobil listrik, plus pembangunan infrastruktur lebih banyak. Dengan wilayah lebih kecil, Thailand berdasarkan data Electric Vehicle Association Thailand (EVAT) telah mempunyai 2.459 stasiun pengisian daya, tersebar di 855 lokasi.

Sebaliknya Indonesia, diklaim baru memiliki 267 unit SPKLU yang tersebar di 195 lokasi. Padahal, mengutip riset Frost & Sullivan terhadap pasar mobil listrik Asean, persoalan keandalan pengisian daya merupakan hal mendasar yang membuat konsumen enggan berpindah ke produk elektrik.

Selain itu, paket kebijakan mobil listrik yang baru dirilis Thailand pada awal tahun ini dianggap sangat agresif. Selain meringankan produsen dengan pemangkasan bea masuk untuk produk dan komponen baterai, Thailand memberikan subsidi bagi konsumen hingga US$2.111-US$4.523.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper