Bisnis.com, JAKARTA — Kehadiran segmen kendaraan roda empat hemat energi dan harga terjangkau sejak 2013 dinilai tidak mampu memperluas pasar otomotif di Indonesia.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), hingga Oktober 2019, penjualan kendaraan roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) mencapai 137.390 unit atau turun sekitar 20,93 persen secara tahunan. Saat ini, pangsa pasar KBH2 mencapai sekitar 21 persen dari total penjualan domestik.
Program mobil murah yang diluncurkan pada 2013 ini, sejatinya diharapkan dapat memperluas pasar mobil domestik di Indonesia. Harganya yang terjangkau berkat insentif perpajakan dari pemerintah diharapkan dapat dijangkau oleh konsumen baru.
Pada 2013, pangsa pasarnya berada di kisaran 1,7 persen. Kemudian, terus naik hingga mencapai titik tertinggi di level 22 persen pada 2016—2017.
Meski begitu KBH2 ternyata terbukti tak mampu mendongkrak pasar mobil di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penjualan total kendaraan roda empat yang cenderung stagnan di kisaran 1 juta—1,3 juta unit per tahun, setelah KBH2 menjadi segmen kendaran baru.
Dalam 10 tahun terakhir, peningkatan penjualan paling signifikan terjadi pada 2012, yakni sebesar 24,84 persen secara tahunan menjadi 1,11 juta unit. Adapun penjualan mobil terbaik di pasar domestik dalam 1 dekade terakhir terjadi pada 2013, yakni sebanyak 1,22 juta unit.
Baca Juga
Presiden Komisaris PT Indomobil Sukses International Tbk. Subronto Laras menjelaskan sejatinya industri otomotif Indonesia diharapkan dapat tumbuh tinggi, salah satunya dengan adanya program KBH2. Namun, resesi ekonomi global yang terjadi pada 2008—2009 menghambat tercapainya hal itu.
“Sebetulnya begini, dalam 1 dekade terakhir, sebelumnya 2008—2009 itu sebenarnya terjadi resesi kan, dan memang sebetulnya targetnya di awal-awal sebelum terjadi resesi itu harapan kita yang namanya industri otomotif itu bisa melangkah lebih jauh lagi. Tapi kalau kita lihat beberapa tahun terakhir, khususnya 2 tahun terakhir, industri otomotif kita up and down,” paparnya kepada Bisnis, Jumat (27/12/2019).
Di sisi lain, Subronto menilai program KBH2 juga tidak terlalu optimal lantaran tidak mampu benar-benar menjadi kendaraan pilihan bagi para pembeli baru. Harga mobil KBH2 disebut cenderung terus meningkat.
Namun, dia menuturkan kenaikan harga KBH2 bukanlah keinginan pabrikan. Hal itu dilakukan karena masih banyak komponen yang tidak bisa disuplai oleh pemasok lokal, sehingga masih mengandalkan produk impor.
Di sisi lain, selera konsumen di segmen ini juga mulai bergeser, sehingga KBH2 tak bisa terlalu sederhana.
“Akhirnya yang mau dibikin mobil sederhana tidak berhasil juga, artinya masyarakat juga sudah berubah. Target pasarnya kan masuk ke first time buyer, masuk ke milenial, yang dibutuhkannya mobil keren, jadinya lebih mahal. Makanya harga KBH2 sudah mahal sekarang,” sambung Subronto.