JAKARTA—Pelaku industri komponen otomotif meminta investasi asing sektor kendaraan dan transportasi dilakukan dengan menggandeng mitra lokal khususnya tier II dan tier III. Pasalnya, masih terdapat banyak investasi asing sektor komponen otomotif yang berdiri sendiri tanpa menggandeng pemain lokal.
Dewan Pengawas Perkumpulan Industri Kecil-Menengah Komponen Otomotif (PIKKO) Indonesia Wan Fauzi mengatakan, terdapat banyak realisasi investasi sektor otomotif dan komponennya tetapi tidak ada yang bermitra dengan pelaku usaha kecil menengah (UKM) komponen otomotif lokal.
“Banyak yang investasi ke dalam negeri tapi mereka dari luar murni, tidak kerja sama sama kita supaya UKM ini digabung dengan investasi dari luar. Jangan ada UKM dari luar berdiri sendiri 100%," ujarnya kepada Bisnis, Senin (23/7/2018).
Merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi sektor industri alat angkut dan transportasi lainnya terus meningkat baik dari sisi nominal maupun jumlah proyek.
Sepanjang 2017, realisasi investasi sektor alat angkut mencapai Rp1,3 triliun untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) untuk 149 proyek. Adapun, penanaman modal asing (PMA) tercatat sebesar US$1,27 miliar untuk 945 proyek.
Realisasi PMA pada triwulan I/2018 juta tercatat meningkat yakni 120 proyek dengan total investasi senilai US$221,9 juta. Adapun, untuk PMDN sektor industri alat angkut dan transportasi lainnya hanya sebanyak 36 proyek dengan nilai Rp371,6 juta.
Baca Juga
Wan Fauzi meminta BKPM perlu lebih teliti untuk memberikan izin investasi di sektor komponen otomotif. Invesatasi sebesar Rp20 miliar untuk sektor komponen otomotif masih tergolong UKM. Seharusnya investasi komponen otomotif diarahkan pada pengembangan tier I karena membutuhkan banyak modal.
Menurutnya, investasi komponen otomotif harus ditata lebih baik sehingga PMA bermodal minimalis dapat bermitra dengan pelaku usasah tier II atau tier III. Alasannya, jika dibiarkan murni asing maka pelaku UKM komponen otomotif dalam negeri akan semakin sulit bersaing untuk memperebutkan pasar.
“BKPM jangan anggap Rp20 miliar itu sudah investasi, segitu masih UKM kalau di kita. Jadi mereka ada orang asing dia modal Rp20 miliar dia dianggap 100%. Itu harus survei dulu pantasnya masuk di Tier I atau Tier II dan III,” paparnya.
Adapun, merujuk pada peraturan Kepala BKPM No.14/2015 tentang Pendoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal, minimal PMA ialah sebesar Rp10 miliar di luar tanah dan bangungan.
Secara terpisah, Ketua Umum Gabungan Industri Alat-Alat Mobil (GIAMM) Hamdhani Dzulkarnaen Salim mengatakan, asosiasi pernah menyampaikan kepada BKPM agar PMA yang masuk ke sektor alat angkut dan transportasi lebih diseleksi. Hal itu bertujuan menjaga dan mengembangkan pasar dalam negeri.
Dia menjelaskan tidak bisa dipungkiri bahwa banyak PMA sektor otomotif masuk ke tier II atau bahkan III sehingga sangat penting bagi BKPM untuk menyeleksi investasi.
“Kami sudah sampaikan beberapa kali. Kalaupun masuk ke tier I, kami katakan itu pun harus terseleksi dalam arti industri yang benar-benar belum ada di Indonesia atau yang sedikit. Industri komponen ini punya skala ekonomi kalau terlalu banyak bisa rusak, bantingan harga,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (24/7).
Realisasi Investasi Sektor Industri Alat Angkutan dan Transportasi lainnnya (vihicle &other transportation industry)
Periode | PMDN Nilai (Rp Miliar) | Jumlah Proyek | PMA (US$ Juta) | Jumlah Proyek |
Triwulan I/2018 | 371,6 | 36 | 221,9 | 120 |
Triwulan IV/2017 | 229,8 | 82 | 121,9 | 506 |
Triwulan III/2017 | 374,0 | 24 | 208,0 | 136 |
Triwulan II/2017 | 531,8 | 53 | 348,0 | 481 |
Triwulan I/2017 | 195,08 | 20 | 503,5 | 152 |
Sumber: BKPM, 2018