Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Perluas Cakupan Diskon PPnBM untuk Impor Mobil Listrik, ini Detailnya

Pemerintah memperluas cakupan insentif PPnBM ditanggung pemerintah untuk pelaku usaha yang mengimpor mobil listrik berbasis baterai
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memperluas cakupan insentif PPnBM ditanggung pemerintah untuk pelaku usaha yang mengimpor mobil listrik berbasis baterai, berdasarkan Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 1/2024.

Aturan anyar itu ditandatangani oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Rosan Roeslani pada 8 November 2024, yang kemudian diundangkan pada 12 November 2024.

Beleid tersebut menggantikan Peraturan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 6/2023. Keduanya mengatur pedoman tata kelola pemberian insentif impor dan/atau penyerahan mobil listrik berbasis baterai roda empat untuk percepatan investasi.

Hanya saja dalam aturan baru, pemberian cakupan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) untuk impor mobil listrik diperluas ke negara-negara yang memiliki perjanjian atau kesepakatan dengan Indonesia.

Dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 1/2024 menyatakan pelaku usaha dapat diberikan insentif atas impor mobil listrik berbasis baterai yang akan dirakit di Indonesia.

Asalkan, mobil listrik berbasis baterai yang akan dirakit di Indonesia itu memiliki capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) paling rendah 20% dan paling tinggi kurang dari 40%.

Ada dua jenis insentif yang diberikan. Pertama, bea masuk tarif 0% atas impor mobil listrik berbasis baterai dan PPnBM DTP atas penyerahan mobil listrik mobil listrik yang diproduksi dari impor mobil listrik yang diberikan insentif bea masuk tarif 0%.

Kedua, PPnBM DTP atas penyerahan mobil listrik berbasis baterai yang diproduksi. Insentif kedua ini sebelumnya tidak diatur dalam beleid lama.

Dalam Pasal 2 ayat (2a) ditegaskan, insentif kedua hanya dapat diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan impor dari negara yang memiliki perjanjian atau kesepakatan internasional dengan Indonesia.

Bahkan, pelaku usaha sebagaimana dimaksud ayat (2a) dapat mengajukan bea masuk tarif preferensi. Tarif preferensi tersebut yaitu tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Di samping itu, pelaku usaha yang mendapatkan dua insentif tersebut harus memenuhi tiga kriteria, yakni:

  1. perusahaan industri yang akan membangun fasilitas manufaktur mobil listrik berbasis baterai di Indonesia.
  2. perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur mobil berbahan bakar fosil di Indonesia yang akan melakukan alih produksi menjadi mobil listrik berbasis baterai, baik sebagian atau keseluruhan.
  3. perusahaan industri yang sudah melakukan investasi fasilitas manufaktur mobil listrik berbasis baterai di Indonesia dalam rangka pengenalan produk baru dengan cara peningkatan rencana dan/atau kapasitas produksi.

“Jangka waktu pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku terhitung sejak tanggal peraturan ini diundangkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2025,” tulis Pasal 2 ayat (6) beleid tersebut, dikutip Minggu (17/11/2024).

Lalu, apa saja negara yang memiliki perjanjian atau kesepakatan dengan Indonesia?

Melansir dari situs Free Trade Agreement Center Kementerian Perdagangan (FTA Center Kemendag), berikut daftar perjanjian bebas perdagangan Indonesia dengan negara lain:

  1. Asean (Brunei Darussalam, Malaysia, Laos, Myanmar, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Singapura): Asean Trade In Goods Agreement (ATIGA), Asean Framework Agreement on Services (AFAS), dam Asean Comprehensive Investment Agreement (ACIA).
  2. Australia: Asean-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA) dan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA).
  3. Selandia Baru: Asean-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA).
  4. Jepang: Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) dan Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)
  5. Korea Selatan: Asean-Korea FTA (AK-FTA) dan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership (IK-CEPA).
  6. Pakistan: Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA).
  7. Chile: Indonesia-Chile Economic Partnership Agreement (Trade In Goods).
  8. India: Asean-India FTA (AIFTA).
  9. China: Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA).
  10. Hongkong: Asean-Hongkong, China Free Trade Area Agreement (AHKFTA).
  11. Mozambik: Indonesia-Mozambique Preferential Trade Agreement (IMPTA).
  12. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP): terdiri dari Brunei, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India.
  13. Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA): terdiri dari Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss.
  14. Developing 8 (D8): terdiri dari Malaysia, Pakistan, Turki, Nigeria, Iran, Bangladesh, dan Mesir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper