Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia belum memberi sinyal bahwa insentif impor untuk mobil listrik (battery electric vehicle/BEV) akan dilanjutkan pada 2026.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan, hingga kini belum ada diskusi lebih lanjut terkait kelanjutan skema insentif untuk mobil listrik pada tahun depan.
"Terkait insentif mobil listrik, memang sampai dengan hari ini, kami belum ada sama sekali rapat atau pertemuan dengan kementerian atau lembaga yang lain terkait kelanjutan insentif ini," ujar Tunggul di Kantor Kemenperin, Senin (25/8/2025).
Mengacu pada Peraturan Menteri Investasi Nomor 6/2023 juncto Nomor 1/2024 batas waktu importasi dan program insentif impor mobil listrik akan berakhir pada 31 Desember 2025.
"Jadi, bisa kita asumsikan, karena sampai hari ini belum ada diskusi atau rapat, asumsinya memang insentif ini sudah akan berakhir sesuai dengan regulasi yang ada," jelasnya.
Sementara itu, berdasarkan peta jalan TKDN, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 pabrikan mobil listrik perlu melakukan pelunasan komitmen produksi 1:1, produksi dengan spesifikasi teknis mencakup daya motor listrik dan kapasitas baterai minimal sama atau lebih tinggi.
Baca Juga
Jika pabrikan EV tak mampu memenuhi syarat produksi lokal tersebut, pemerintah dapat mengklaim atas bank garansi yang gagal dibayar utang produksinya dari peserta program.
Di lain sisi, Peneliti LPEM Universitas Indonesia (UI) Riyanto menyebut bahwa insentif impor mobil listrik tak perlu dilanjut pada tahun depan. Sebab, apabila ada pihak yang mengajukan kembali perpanjangan insentif impor BEV, maka produksi lokal akan tertunda.
"Kalau insentif BEV impor ini, tunggu saja aturan berakhir. Kalau sudah selesai, ya sudah. Kalau diajukan lagi, ya tentu produksi lokalnya akan tertunda," jelas Riyanto.
Sejauh ini, ada beberapa pabrikan mobil listrik yang menerima insentif impor, di antaranya yakni BYD, Geely, VinFast hingga PT National Assembler yang menaungi Citroen, Aion, Maxus dan VW.
Realisasi Insentif BEV
Sejak digaungkan kebijakan subsidi mobil listrik, termasuk untuk impor utuh, tingkat pertumbuhan penjualan mobil listrik cukup signifikan.
Mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, pemerintah telah memberikan insentif PPN DTP 10% untuk impor mobil listrik completely knocked down (CKD).
Lalu, PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15%, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.
Pemerintah mengungkapkan realisasi paket stimulus ekonomi tahap I/2025 yang menyasar insentif mobil listrik mencapai Rp13,2 triliun, selama periode Januari-Februari. Jumlah itu melampaui alokasi untuk bantuan tarif listrik hingga Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP.
Berdasarkan Laporan Semester I APBN 2025, pemerintah mengungkapkan ‘subsidi’ mobil listrik mencakup Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 10%, Pajak Penjualan Barang Mewah DTP 15%, serta pembebasan bea masuk.
Keseluruhan subsidi itu hanya khusus untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), termasuk bagi produk impor utuh. Sementara itu, untuk bantuan mobil hybrid, realisasi anggaran mencapai Rp800 miliar, untuk diskon PPnBM DTP 3%.