Bisnis.com, JAKARTA — Sebagai salah satu perintis produksi lokal mobil listrik di Indonesia, Hyundai mulai gerah dengan kebijakan pemerintah yang seolah gampang berubah arah. Setelah mengikuti kemauan pemerintah menggelontorkan dana jumbo untuk investasi termasuk mobil listrik di dalamnya, belakangan kebijakan justru diperlonggar bagi importasi mobil listrik secara utuh.
Seiring pelonggaran tersebut, berbagai merek berbondong masuk mayoritas asal China, seperti BYD, Neta, terkecuali VinFast. Ketiganya memanfaatkan iming-iming insentif pembebasan bea masuk sekaligus Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang diberikan pemerintah.
Belakangan, BYD berjanji bakal merealisasikan investasi pembangunan pabrik secara langsung di Indonesia. Namun, berkaca dari data investasi Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi otomotif BYD Cs. masih terbilang minim. Realisasi investasi dari China di sektor otomotif sepanjang 2023 hanya US$3,69 juta atau setara Rp57,96 miliar (asumsi kurs jisdor Rp15.688 per US$).
Sebaliknya, bagi pemain yang telah menanamkan investasi jumbo seperti Hyundai, tersisa keiistimewaan hanya pada pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain kebijakan yang berputar haluan itu, penjualan mobil listrik keluaran pabrikan asal Korea Selatan itupun dilanda kegamangan konsumen, karena insentif PPN pun terlambat terbit pada awal tahun.
Penjualan mobil listrik Hyundai tengah mengalami tren penurunan sepanjang kuartal I/2024 seiring banyaknya faktor yang membuat konsumen menahan pembelian.
Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo, penjualan mobil listrik Hyundai secara wholesales mencapai 407 unit sepanjang Januari-Maret 2024, turun 61,08% dari 1.046 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga
Secara rinci, penjualan dari Ioniq 5 mencapai 395 unit, Ioniq 6 sebanyak 11 unit, dan Genesis G80 EV sejumlah 1 unit.
Chief Operating Officer Hyundai Motors Indonesia Fransiscus Soerjopranoto mengatakan mobil listrik dari merek asal Korea Selatan tersebut bermain di segmen yang tergolong premium dibandingkan merek lainnya.
Salah satu kendala yang membuat konsumen menahan pembeliannya adalah kondisi Pemilu 2024. Selain itu, keterlambatan penerbitan aturan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) hingga 10% menjadi faktor tersendiri.
Terbitnya aturan dari pemerintah terkait pembebasan bea masuk, serta pajak pertambahan nilai barang mewah atau PPnBM juga turut mempengaruhi kinerja penjualan mobil listrik Hyundai.
“[Hal] itu membuat harga kendaraan [impor] bisa turun, sehingga seperti kami yang sudah investasi sejak 2022 mulai dari pabrik produksi kendaraan sesuai aturan lama menjadi tidak kompetitif,” katanya di Jakarta dikutip Kamis (9/5/2024).
Masyarakat juga masih menanti harga, dan spesifikasi dari produk-produk baru lainnya sebagai pilihan lain untuk mobil listrik. Terlebih lagi pameran Gaikindo International Auto Show atau GIIAS akan digelar pada Juli 2024.
Meski demikian, Frans menyebut Ioniq 5 masih menjadi primadona untuk mobil listrik di pasaran. Bahkan, tidak sedikit juga masyarakat yang memburu mobil ini dengan harga bekas.