Bisnis.com, JAKARTA — PT Toyota-Astra Motor (TAM) mengungkapkan Indonesia bisa mengoleksi penjualan hingga melampaui jebakan 1 juta unit per tahun, asalkan terdapat beberapa penyesuaian kebijakan, salah satunya terkait pajak.
Terlebih lagi, Indonesia tengah menghadapi tren elektrifikasi dan kendaraan ramah lingkungan dalam menekan emisi karbon. Di tengah tren tersebut, selayaknya produsen dan pemasar otomotif bisa ikut berkontribusi dengan menggenjot populasi produk ramah lingkungan, mulai dari hybrid, battery electric, hingga flexy engine.
Persoalan kemudian, agar bisa merangsang pasar lebih besar, dibutuhkan penyesuaian kebijakan khususnya tarif perpajakan. “Sejauh ini, persoalannya, harga jual mobil melampaui pertumbuhan daya beli. Selain itu, banyak juga kendala lainnya, yang jelas terlihat tarif pajak yang lumayan tinggi dibandingkan negara lain,” ungkap Marketing Director TAM, Anton Jimmi Suwandy di sela kunjungan redaksi di Kantor Bisnis Indonesia, Jakarta, pada Rabu (6/3/2024).
Dia memberikan contoh harga untuk Yaris Cross HEV senilai Rp440,6 juta di Indonesia berbanding cukup jauh dengan Thailand yang berkisar Rp300 juta. Harga produk tersebut di Thailand, setara dengan harga Toyota Raize di Indonesia.
Padahal Yaris Cross HEV sama-sama diproduksi secara lokal baik di Indonesia maupun Thailand. Selain itu, hasil produksi dari kedua negara juga tidak jauh berbeda bila melihat spesifikasinya,.
“Perbandingan yang menunjukkan faktor yang lain, ya pajak. Memang angka-angka menunjukkan pajak di Indonesia tidak terlalu berpihak terhadap produk-produk hybrid saat ini,” tuturnya di kantor Bisnis Indonesia, Rabu (6/3/2024).
Baca Juga
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pendalaman lebih lanjut, dan mendengarkan suara dari para pabrikan terkait produk yang mendukung adanya penurunan emisi. Selain itu, produk hybrid juga berkontribusi terhadap penurunan dari subsidi BBM.
Adapun, realisasi anggaran subsidi pada 2023 mencapai Rp269,6 triliun, meningkat 6,64% bila dibandingkan dengan realisasi pada 2022 yang sebesar Rp252,8 triliun.
“Biaya lain ini bisa dialihkan ke subsidi produk mobil baru, apalagi ramah lingkungan untuk mengurangi polusi,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah masih terus mengkaji rencana pemberian insentif untuk mobil hybrid. Airlangga menjelaskan, insentif yang akan diberikan berupa pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP).
Besaran PPN DTP untuk mobil hybrid rencananya akan sama dengan besaran insentif yang diberikan untuk mobil listrik. Pemerintah juga sudah memiliki hitung-hitungan dampak dari pemberian insentif terhadap harga penjualan mobil hybrid.
“Kita akan bahas dengan kementerian teknis, kita sedang kaji. Sama dengan PPN DTP, kalau sekarang kan 1%, nanti kita akan exercise," kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).