Bisnis.com, JAKARTA — PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) terus berupaya melakukan pengembangan teknologi hidrogen melalui produk mobil Mirai. Sementara negara tetangga seperti Thailand juga sudah mulai berlomba mengadopsi teknologi tersebut.
Investasi Thailand untuk pengembangan teknologi tersebut berasal dari Siam Cement Group (SCG) dengan nilai 100 miliar baht atau US$2,7 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk pngembangan hidrogen, hingga mobil listrik sampai 2027.
CEO SCG, Thammasak Sethaudom mengatakan investasi yang dilakukan di Negeri Gajah Putih tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi bahan bakar ramah lingkungan untuk bisnis logistik.
Selain itu, SCG berencana untuk mempromosikannya sebagai bahan bakar baru terbarukan untuk masa depan nol karbon kepada masyarakat Thailand.
“Sekarang, kami sedang dalam proses pengujian di Thailand,” kata Thammasak kepada Nikkei Asia dalam sebuah wawancara eksklusif
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam mengakui teknologi hidrogen bisa menjadi alternatif sumber energi hijau kedepannya. Bahkan, perusahaan lain seperti Pertamina dan PLN juga ikut serta sebagai penyedia energi.
Baca Juga
“Sumber energinya macam-macam, termasuk biomassa yang banyak terdapat di Indonesia,” katanya kepada Bisnis, Senin (4/3/2024).
Pengembangan mobil dengan bahan bakar biomassa juga tidak terbatas seiring banyaknya sumber daya yang bisa digunakan untuk pengembangannya. Salah satunya adalah pupuk yang menghasilkan amoniak untuk dikonversi menjadi hidrogen.
Selain itu, setiap pembangkit listrik dari PLN juga menghasilkan hidrogen sebagai hasil dari proses pendinginan dari proses elektrifikasi.
Adapun, mobil Toyota Mirai tengah digunakan untuk mendukung riset terkait pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia. Melalui Mirai sebagai kendaraan studi, diharapkan teknologi fuel cell electric vehicle (FCEV) melengkapi teknologi ramah lingkungan lainnya.
Menurutnya, studi seperti pengembangan mobil ramah lingkungan seperti FCEV akan mendukung pengurangan emisi baik untuk kendaraan bensin yang semakin hemat bahan bakar, energi baru terbarukan, hingga mobil listrik.
“Kami berharap bahwa studi-studi seperti ini dapat melengkapi upaya-upaya pengembangan ekosistem transportasi yang mendukung dekarbonisasi. Dengan demikian semakin banyak masyarakat yang dapat turut serta secara aktif dalam penurunan karbon ini,” tuturnya.
Mirai merupakan mobil (FCEV) generasi kedua dari Toyota yang sanggup mencapai jarak sekitar 650 km dalam kondisi mengemudi normal. Adanya peningkatan efisiensi sistem sel bahan bakar bersama dengan kapasitas penyimpanan hidrogen lebih tinggi dan aerodinamika membuat mobil ini bisa melaju dengan jarak tersebut.
Sementara itu, waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bahan bakar kurang dari 5 menit pada pengisian di stasiun yang memiliki tekanan hingga 700 bar.
Toyota bersama entitas Pertamina, yakni Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) sebelumnya telah sepakat untuk menyiapkan infrastruktur, hingga juga kerja sama dengan konsumen untuk memastikan tingkat permintaan.
Kerja sama pun sudah dilakukan dengan PT Pertamina (Persero) untuk membangun hydrogen refueling station (HRS) di SPBU Daan Mogot.
SPBU Daan Mogot akan menjadi integrated energy refueling station pertama di Indonesia, di mana akan menyediakan tiga jenis bahan bakar dalam satu stasiun pengisian, yaitu BBM, gas, serta hidrogen.
Melalui konsep high-speed hydrogen refueling station, nantinya HRS ini akan mampu melakukan pengisian hidrogen dengan skala komersial dengan waktu pengisian kurang dari 5 menit.
Entitas perusahaan pelat merah lain yang melakukan pengembangan teknologi hidrogen adalah PT PLN (Persero) yang rencananya akan melakukan komersialisasi stasiun pengisian hidrogen pada 2027.
PLN melalui lewat subholding PLN Indonesia Power baru saja meresmikan HRS atau SPBU hidrogen di Senayan, Jakarta pada 21 Februari 2024. Rencananya SPBU ini akan dilakukan uji coba setidaknya tiga tahun sebelum masuk tahap komersialisasi.