Bisnis.com, JAKARTA — Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) menilai mobil low cost green car atau LCGC tidak layak diberlakukan sejak program ini lahir pada 2013. Alasannya, mengempit cap ramah lingkungan, justru produk LCGC disulap sedemikian rupa agar masuk dalam kriteria.
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin mengatakan sejak diberlakukannya PP 41/2013 yang menetapkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 0% untuk Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar Harga dan Terjangkau (KBH2) atau LCGC sudah terdapat cacat hukum.
Menurutnya, kendaraan yang rendah emisi tidak selayaknya ditempuh dengan cara memanipulasi teknis dalam mencapai rendahnya tingkat emisi seperti yang diterapkan untuk mobil LCGC.
Puput sapaan akrabnya, menilai manipulasi pada LGCG terjadi dengan menurunkan bobot kendaraan yang berimplikasi kepada turunnya tingkat keamanan, kinerja, dan stabilitas mobil.
“Dengan demikian tidak saja sekarang atau sejak diundangkannya Permenperin 36/2021, tetapi LCGC tidak layak diberlakukan sejak lahir [2013],” ujar pria yang akrab disapa Puput kepada Bisnis, Senin (30/10/2023).
Permenperin No.33/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) kemudian mengatur tentang harga mobil LCGC yang harga atasnya dipatok Rp95 juta.
Baca Juga
Selain itu, ketentuan konsumsi bahan bakar LCGC pun diatur dalam Pasal 2 ayat 1 butir (b) poin 1 dengan ketentuan kapasitas isi silinder 980cc sampai 1.200 cc yang konsumsi bahan bakarnya paling sedikit 20 km per liter.
Sementara ketentuan bahan bakar untuk LCGC terdapat pada pasal 2 yang menyebut spesifikasi minimal adalah RON 92 untuk motor bakar cetus api, dan CN 51 untuk motor bakar nyala kompresi.
Mobil LCGC pun kemudian diatur melalui Permenperin 36/2021 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah (LCEV). Beleid ini tidak saja mengatur mengenai LCGC, tetapi juga kendaraan rendah emisi lainnya seperti HEV, PHEV, BHEV, hingga FCEV.
Di sisi lain, dalam beleid ini tertuang definisi LCGC merupakan suatu kendaraan dengan besaran harga jual paling tinggi Rp135 juta.
Sementara penghitungan tarif PPnBM untuk LCGC dituang dalam PP 73/2019 (Rev. PP 74/2021) dengan kendaraan berkapasitas sampai 1.200 cc dikenakan tarif 15% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) sebesar 20%. Jika tarif tersebut dikalikan dengan DPP, maka PPnBM LCGC dipatok sebesar 3%.
Sebaliknya dari sisi industri, mobil LCGC memiliki peran signifikan. Segmen ini sebagai salah satu penopang paling besar pasar domestik.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), volume penjualan LCGC mencapai 148.445 unit sepanjang Januari hingga September tahun ini. Volume pasar itu, setara 19,9% dari total pasar domestik yang sebanyak 746.239 unit pada periode sama.