Bisnis.com, JAKARTA – Upaya mengikis emisi karbon sektor transportasi bisa dilakukan dengan berbagai cara, terutama menyajikan teknologi rendah emisi secara beragam dan sesuai kemampuan pasar. Terlebih bagi Indonesia yang mempunyai kemampuan produksi berbagai teknologi mobil rendah emisi dari berbagai pabrikan yang mapan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) bidang Mobilitas Rifat Sungkar. Pebelap kawakan itu menilai, saat ini merupakan masa transisi menuju era elektrifikasi yang tujuannya menekan tingkat emisi karbon.
Hanya saja, kata Rifat, Indonesia seharusnya memilih jalan yang moderat, tidak melompat-lompat dari kondisi eksisting. Apalagi, tegasnya, sejauh ini banyak pilihan teknologi yang bisa diserap pasar sudah menggendong berbagai teknologi rendah emisi.
"Seperti PHEV, itu sangat realistis menekan emisi karbon, karena hanya menggunakan energi fosil jika baterai melemah. Itu seperti membawa pembangkit listrik di dalam produk," kata Rifat dalam acara Bincang Bintang di Bisnis, Senin (28/3/2023).
Dia sepakat bahwa energi baru terbarukan sebagai sumber bahan bakar harus segera menyudahi peran fosil yang semakin menipis. Namun, mengistimewakan mobil listrik berbasis baterai (BEV) sebagai pilihan tunggal tidaklah tepat.
"PHEV dan teknologi hybrid dapat menjadi pilihan untuk saat ini, karena melihat dari kondisi infrastruktur di Indonesia masih belum siap dengan lonjakan distribusi kendaraan listrik. BEV tetap ada, tapi itu opsional," simpulnya.
Baca Juga
Tak hanya di sisi infrastruktur, harga yang masih terlampau tinggi menjadi alasan lain bagi masyarakat yang enggan membeli kendaraan nol emisi itu. “Masalah hybrid itu economic value-nya masuk, kalau full listrik atau BEV ini belum masuk,” tambahnya.
Adapun, pembalap nasional itu juga menyebutkan bahwa saat ini Indonesia tengah menghadapi masa transisi, di mana industri otomotif terkhususnya UKM yang sudah lama eksis terancam tergerus.
Dalam hal ini, Rifat dengan Ikatan Motor Indonesia tengah berupaya untuk memperjuangkan legalitas industri kustom agar bisa mewadahi pelaku industri otomotif ketika bertransisi menuju era elektrifikasi.
"Saat ini saya lagi berjuang untuk kendaraan kustom Indonesia, karena begitu switch untuk memelihara yang lama mereka tidak bisa tapi ketika mau buat baru dengan keahlian baru mereka, ini bisa. Namun, kalau tidak pernah diakui legalisasi kendaraannya itu disaat itu mereka mati. Ketika kreasinya mereka [UKM] diakui ini karena sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya," pungkasnya.