Bisnis.com, JAKARTA - Mengawali tahun baru Industri otomotif China masih mengkhawatirkan krisis chip semikonduktor yang akan menganggu kinerja penjualan kendaraan bermotor.
Terlebih, dari sisi pasar kendaraan listrik China dikhawatirkan mulai menurun pada 2023. Pasalnya, kebijakan subsidi kendaraan listrik di negeri 'Tirai Bambu' itu berakhir pada tahun lalu.
Dikutip asia.nikkei.com pada Selasa (3/1/2022), Manajer GAC Motor Feng Xingya mengatakan industri otomotif di China pada 2023 akan menghadapi tantangan yang cukup berat.
"Misalnya, pasokan chip. Kami belum menangkap gambaran ke depan untuk menyelesaikan masalah ini," ungkapnya.
Produsen mobil teratas di pasar China yang berbasis di Guangzhou itu juga dibuat waswas dengan adanya pencabutan insentif kendaraan listrik pada 2023. Oleh sebab itu, GAC Motor memproyeksikan pertumbuhan penjualan EV menjadi 10 persen untuk 2023, turun dari perkiraan sebelumnya 12 persen.
"Kebijakan seputar EV, seperti pencabutan subsidi, adalah salah satu ketidakpastian lain yang dihadapi industri kami," tambahnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, menurut data dari Asosiasi Mobil Penumpang China pemberian subsidi pemerintah selama bertahun-tahun berhasil mendongkrak penjualan.
Tercatat, kendaraan listrik China menuju rekor penjualan 6,5 juta unit pada 2022, hampir dua kali lipat dari 3,52 juta unit pada 2021.
Sebaliknya, total penjualan kendaraan hanya tumbuh 3,3 persen per tahun menjadi 24,3 juta unit dalam sebelas bulan tahun ini. Asosiasi memperkirakan pertumbuhan 3 persen untuk keseluruhan pasar pada tahun 2023 dan pertumbuhan 31 persen untuk EV.
Sebagai informasi, pembelian kendaraan listrik du China telah diguyur diskon antara 4.800 yuan atau Rp10,8 juta dan 12.600 yuan atau setara Rp28,5 juta. Adapun, dari laporan IEA pengeluaran pemerintah China untuk subsidi pembelian dan keringanan pajak mencapai US$12 miliar atau sekitar Rp180 triliun.