Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Semarak Produk Otomotif China: Apa Artinya bagi Pasar, Konsumen, dan Industri?

Merk produk otomotif asal China kini mulai mendapatkan tempat tersendiri di Indonesia. Wuling, DFSK, BYD hingga Chery semakin berlomba menghadirkan keragaman produk bagi konsumen otomotif.
Wuling Motors mengenalkan mobil listrik berukuran kecil yang akan dijual di Indonesia dengan harga terjangkau mulai 2022. /Wuling
Wuling Motors mengenalkan mobil listrik berukuran kecil yang akan dijual di Indonesia dengan harga terjangkau mulai 2022. /Wuling

Bisnis.com, JAKARTA- Kembalinya Chery ke pasar otomotif Indonesia menandakan babak baru persaingan pasar serta peluang pengembangan industri ke depan. Tren ini melanjutkan citra positif produk asal China yang dimulai dari keseriusan Wuling Motors menggarap pasar domestik.

Sedekade lalu, produk otomotif China masih dipandang sebelah mata. Pasalnya, konsumen otomotif Indonesia seakan kapok berhadapan dengan produk asal Negeri Panda tersebut, mulai dari motor Jialing, Minerva, hingga produk roda empat Geely maupun Chery.

Semua produk itu meninggalkan jejak kurang baik di benak konsumen. Meskipun harga produk lebih miring ketimbang produk rival dari Jepang, otomotif buatan China kerap kali terkendala layanan purna jual yang jeblok. Bahkan, jika diistilahkan bahasa anak zaman now, seringkali ghosting.

Namun demikian, citra negatif dari serombongan produk manufaktur asal China itu perlahan pupus manakala Wuling Motors (SGMW) menjejak pasar otomotif. Bendera produk China mulai berkibar seiring keseriusan Wuling menghadirkan basis produksi sekaligus menjamin ketersediaan komponen.

Wuling melakukan investasi sebesar  US$700 juta atau setara Rp9,3 triliun pada 2017, untuk membangun pabrik seluas 60 hektar di Cikarang, Jawa Barat.

Dengan produk Wuling Confero yang bermain di segmen Multi Purpose Vehicle (MPV), Wuling mencatatkan penjualan sebanyak 10.488 unit pada 2021, selain itu dari segmen Sport Utility Vehicle (SUV) Wuling Almaz berhasil menggeser Honda CR-V menjadi mobil terlaris di segmen Medium SUV dengan penjualan sebanyak 9.694 unit.

Terlebih lagi, selain membangun fasilitas produksi, Wuling menyambar pasar dengan jaringan penjualan yang cukup luas. Sejauh ini, tercatat sebanyak 129. jaringan dealer dan servis di seluruh Indonesia.

Menyusul kemudian prinsipal asal China lainnya yakni DFSK. Merk yang digawangi pengusaha nasional Alexander Barus itupun mencuri perhatian dengan mengapalkan model SUV, Glory.

Walaupun langkah DFSK tertatih di kompetisi domestik, pabrikan ini mempunyai hasrat besar untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis produksi. Tercatat total investasi DFSK US$150juta atau setara dengan Rp215 miliar untuk membangun fasilitas di Cikande  untuk memproduksi kendaraan-kendaraan DFSK berupa DFSK Super Cab, DFSK Glory 560, DFSK Glory i-Auto, dan DFSK Gelora. Kapasitas produksi pabrik ini pun mencapai 50.000 mobil per tahun.

DFSK juga berhasil meningkatkan ekspor CBU (completely built up) 96 persen pada 2021 menjadi 2.142 unit, di mana ada 14 negara tujuan ekspor mobil DFSK, antara lain Bangladesh, Maroko, Nepal, Brunei Darussalam, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Berbeda dengan Wuling yang sepertinya berhasil di  komersial, DFSK menunjukan kelebihan di segmen niaga. DFSK Super Cab berhasil terjual sebanyak 2.577 unit.

Tidak hanya itu, konsumen di dalam negeri semakin akrab dengan produk otomotif dari China berkat kehadiran model-model kendaraan listrik mulai dari Taksi BYD hingga Bus Transjakarta.

Secara total, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), total penjualan mobil dari ketiga merek tersebut mencapai 29.923 unit, sudah termasuk mobil pikap sebagai kendaraan niaga ringan.

Wuling menjadi peringkat pertama mobil China terlaris di Indonesia pada 2021 dengan catatan penjualan 25.604 unit untuk seluruh modelnya.

Menyusul kini comeback Chery Motor akan menambah daftar pilihan model mobil pabrikan Tiongkok. Chery mengatakan akan meluncurkan produk pertamanya yaitu Tiggo 7 Pro pada semester kedua tahun ini. Pihak Cherry juga menegaskan akan mengeluarkan empat produk secara bertahap dalam kurun waktu 2022 – 2024.

Chery juga mengutarakan komitmen untuk membangun  industri otomotif Tanah Air. Langkah tersebut, dibuktikan dengan investasi terkait pembangun pabrik, perluasan jaringan, produk beragam, hingga pengembangan kendaraan listrik dan teknologi canggih.

Di sisi lain, bagi pasar sekaligus konsumen, kehadiran beragam pilihan produk dari para prinsipal China ini memperbanyak opsi. Tidak hanya itu, harga yang lebih murah dengan fitur tak kalah canggih dan mutakhir, setidaknya membuat kehadiran merk-merk China bisa menggaet hati konsumen.

Lebih jauh, dengan gencarnya amunisi prinsipal anyar tersebut akan membuat para pemain pasar yang telah mapan lebih mengedepankan aspek kompetitif, baik dari segi harga, kualitas, maupun layanan produk. Singkatnya, semakin beragam pilihan, kian dimanjakan pula konsumen.

BASIS PRODUKSI

Semarak Produk Otomotif China: Apa Artinya bagi Pasar, Konsumen, dan Industri?

Chery Tigo yang rencananya akan dilokalisai di Indonesia/Chery Motor Indonesia

Di lain sisi, selayaknya kehadiran para pemain baru di pasar otomotif Tanah Air membuka lebih lebar pintu untuk industrialisasi. Keinginan jenama baru mengisi ceruk pasar juga harus diikuti komitmen investasi.

Jika tidak, maka ke depan geliat otomotif di dalam negeri malah menjadi batu sandungan bagi perekonomian secara makro. Berbicara mengenai pabrikan asal China, jika menengok lagi data realisasi investasi, pasca penanaman modal dari Wuling Motors belum lagi terdapat penambahan modal segar untuk pendalaman manufaktur maupun adopsi teknologi baru.

Investasi otomotif yang berasal dari China hanya sekitar US$38,3 juta berada di urutan terbawah di data realisasi PMA Otomotif selama enam tahun kebelakang (2016-2021).  Jepang dan Korea Selatan tercatat paling besar menanamkan investasi sektor otomotif, masing-masing senilai US$3,69 miliar dan US$1,46 miliar.

Hal serupa juga terjadi pada kondisi neraca dagang sektor otomotif. Sejak tahun lalu hingga memasuki kuartal pertama tahun ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat nilai impor dari China sangat tinggi mendekati posisi importasi Jepang.

Sebaliknya, ekspor otomotif ke Negeri Panda justru nyaris nihil. Hasilnya, neraca dagang otomotif pun mengalami defisit cukup dalam dengan China, serta berpotensi mengganggu laju neraca dagang otomotif yang sejak beberapa periode telah memetik surplus.

Terlebih lagi, saat ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyusun tarif bea masuk mengikuti kesepakatan dagang (FTA), meliputi kerja sama dengan Korea Selatan, Jepang, India, Eropa, dan juga China.

Setidaknya, semarak produk China tidak memicu kegalauan defisit neraca dagang yang ditimbulkan dari sektor otomotif. Tentunya, tidak perlu menunggu Presiden Joko Widodo untuk kembali mengingatkan bahwa ada ancaman defisit neraca dagang, karena itu akselerasi dibutuhkan seiring ramainya pasar otomotif domestik. 

 

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Khadijah Shahnaz
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler