Bisnis.com, JAKARTA — Tingkat penerimaan masyarakat Indonesia terhadap kendaraan listrik disebut paling baik dibandingkan dengan negara lain di Asean.
Ketua Tim Percepatan Baterai Kendaraan Listrik, Agus Tjahajana Wirakusumah mengapresiasi temuan dari hasil penelitian Hyundai Motor terkait tingkat penerimaan masyarakat Asean terhadap kendaraan listrik.
“Saya agak impress dengan hasil riset Hyundai yang mengatakan bahwa di Asean yang paling welcome dengan kendaraan listrik mobil listrik itu ternyata Indonesia,” katanya dalam webinar Jumat (10/9/2021).
Riset ini menunjukan bahwa tingkat penerimaan masyarakat di Tanah Air terhadap kendaraan listrik mengalahkan sejumlah negara lain seperti Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand.
Mengutip Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), meskipun volumenya masih kecil, tetapi pertumbuhan penjualan mobil listrik meningkat signifikan secara persentase. Pada tahun lalu, pengiriman mobil listrik ke konsumen naik hampir 100 persen atau dari 685 unit menjadi 1.108 unit.
Pada tahun ini, hingga Juni, penjualan mobil listrik di Tanah Air telah melampaui angka tahun lalu, yakni 1.900 unit.
Baca Juga
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi memaparkan bahwa hybrid terjual 1.378 unit, PHEV 34 unit, dan BEV menyumbang 488 unit. “Ini meningkat jauh dibandingkan tahun lalu, di mana hybrid terjual 1.108 unit, PHEV 6 unit, dan BEV 120 unit,” ujar Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi dalam webinar Investor Daily Summit, Rabu (14/7/2021).
Meski mengalami pertumbuhan positif, Nangoi menyatakan bahwa realisasi tersebut masih terpaut jauh dari potensi pasar yang dimiliki oleh Indonesia. Tingginya harga jual mobil listrik menjadi tantangannya.
“Kalau [mobil listrik] ingin berkembang di Indonesia, kita harus menekan harga mobil listrik di bawah Rp300 juta agar daya beli masyarakat dapat menjangkau,” pungkasnya.
Sebagai catatan, Mobil listrik memiliki harga jual yang lebih mahal daripada mobil konvensional lantaran komponen utamanya, yaitu baterai, belum diproduksi secara massal. Adapun, harga baterai mobil listrik sendiri sekitar 40 persen dari harga mobil listrik.
Persoalan lain adalah jarak tempuh mobil listrik masih terbatas karena kapasitas baterai dan juga minimnya infrastruktur stasiun pengisian daya. Ini berbeda jika dibandingkan dengan mobil berbahan bakar minyak yang memiliki jarak tempuh panjang karena dukungan ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar.