Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

INDUSTRI OTOMOTIF: Berharap Kurs Tak Bergerak Liar

Pelaku industri otomotif di dalam negeri terpaksa harus menaikan harga jual mobil anyar meski kuasa konsumen akan daya beli tengah merana karena pelambatan ekonomi. Gara-garanya, fluktuasi nilai tukar rupiah yang belum sesuai harapan
 Ratusan unit mobil baru yang berada di Cartport, Tanjung Priok, Selasa (28/7). Pasar otomotif nasional menyusut 15,3 persen selama paruh pertama 2015 setelah hanya menorehkan angka penjualan mobil 525.458 unit. /Bisnis.com
Ratusan unit mobil baru yang berada di Cartport, Tanjung Priok, Selasa (28/7). Pasar otomotif nasional menyusut 15,3 persen selama paruh pertama 2015 setelah hanya menorehkan angka penjualan mobil 525.458 unit. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri otomotif di dalam negeri terpaksa harus menaikan harga jual mobil anyar meski kuasa konsumen akan daya beli tengah merana karena perlambatan ekonomi. Gara-garanya, fluktuasi nilai tukar rupiah yang belum sesuai harapan.

Kenaikan harga jual mobil anyar memang menjadi salah satu jalan yang harus ditempuh pelaku usaha otomotif saat nilai tukar rupiah khususnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tak sesuai harapan. Sebabnya, ada sebagian komponen mobil yang masih diimpor, baik berupa bahan baku atau sudah dalam bentuk produk jadi.

Sebagai contoh, material pembuatan komponen yang sebagian besar harus masih diimpor adalah baja, resin, karet, dan alumunium. Selain itu, pabrik di mobil di Indonesia pun masih harus menerima pasokan macam komponen elektronik, atau pun engine control unit (ECU) yang merupakan ‘otak’ sebuah kendaraan dari luar negeri.

Ada pula produk mobil yang harus diimpor dalam bentuk terurai (CKD) atau bahkan utuh (CBU) yang mau tidak mau sangat bergantung pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Hingga kemarin, nilai jual untuk US$1 belum beranjak turun dari Rp14.000 lebih.

Di sisi lain, penaikan harga harus terjadi saat penjualan pada periode Januari-September 2015 hanya menapak 764.119 unit secara wholesales, atau turun sekitar 18% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 932.668 unit.

Ada nostalgia pelaku industri nilai tukar rupiah bisa kembali ke Rp10.000 per US$1, atau setidaknya jika terjerembab jauh hanya Rp12.000 per US$1. Alasannya, agar penjualan bisa kembali tergenjot hingga 1 juta unit lebih. Pasalnya, dengan kondisi saat ini pasar hingga akhir tahun ditaksir di bawah 1 juta unit.

Penaikan harga jual saat daya beli menurun diakui oleh Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Sudirman M. Rusdi.

Menurutnya, hal itu mau tidak mau harus dilakukan agen pemegang merek agar tidak merugi.

Meski demikian dia meyakini harga yang dikatrol akan disesuaikan dengan daya beli. Sudirman mengatakan, ada kurun waktu tertentu bagi pelaku industri untuk menaikan harga karena masalah nilai tukar mata uang.

Sudirman yang juga menjabat Presiden Direktur PT Astra Daihatsu Motor (ADM) menyebut, pihaknya biasanya me-review nilai tukar dalam kurun waktu tiga bulan sekali. Pasalnya, masing-masing pabrikan membeli komponen dari part maker dengan patokan nilai tukar tiga bulanan karena rentang pembelian ada pada kurun waktu yang sama.

Akan tetapi, dia pun khawatir terdongkraknya harga akan semakin memukul daya beli. Sehingga pasar tahun ini kemungkinan turun lebih dalam.

“Harus revisi harga jual dan itu berdampak pada penjualan bisa kembali menurun. Kami sebetulnya mengharapkan kurs itu ada angka fix tidak terlalu fluktuatif sehingga kami bisa melakukan perencanaan,” katanya, Selasa (6/10/2015).

General Manager Marketing Strategy and Product Planning PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Budi Nur Mukmin tidak menampik jika pihaknya sudah menaikan harga jual beberapa produknya.

Dia menyebut, March dan Grand Livina harga jualnya sudah dikerek sekitar Rp3 juta.

Jumlah itu dinilainya tergolong kecil, karena ada sebagian penaikan yang masih bisa diserap pabrikan. Dia menilai, meski rupiah menguat sedikit harga masih harus didongkrak karena faktor makro ekonomi lainnya belum pulih.

Di sisi lain, rupiah yang sedikit menanjak pun belum akan mengembalikan pasar seperti semula. Karena menurut dia, masalah mendasar adalah kepercayaan pasar.

“Pergerakan dolar AS memang sangat berat buat kami, namun kami tidak menaikan harga secara besar-besaran masih dalam batas kewajaran. Root cause-nya sekarang adalah kepercayaan pasar,” tuturnya kepada Bisnis dalam kesempatan berbeda.

Di sisi lain Budi berharap pemerintah dapat segera menguatkan nilai tukar rupiah ke angka yang diharapkan pelaku usaha di atas, agar pasar kembali bergairah.

Sementara itu, Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM) Rahmat Samulo mengakui jika pihaknya sudah menaikkan harga jual. Terakhir kali pihaknya menaikan harga yaitu pada Juli lalu.

“Kenaikannya bervariasi namun sebagian besar di bawah Rp5 juta, jika ada di atas Rp5 juta hanya satu atau dua produk saja. Kenaikan harga harus kami jaga sesuai kemampuan daya beli konsumen di masing-masing segmen,” imbuhnya.

Samulo tidak menyebut secara pasti produk apa saja yang mengalami penaikan harga. Dia menjelaskan, bagi TAM kenaikan harga adalah hal yang sensitif. Pihaknya harus terlebih dahulu melakukan studi sebelum mengambil langkah tersebut.

Karena menurutnya, kenaikan harga akan sangat bergantung pada kemampuan daya serap produk oleh pasar. Dia mengamini Budi kenaikan harga tidak sebesar pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terjadi beberapa bulan terakhir, karena pabrikan masih sanggup menyerap sebagian biaya produksi.

Terkait rupiah yang sedikit menguat, Samulo menyatakan pihaknya masih akan mencermati pasar di sisa waktu pada 2015. PT Garansindo Inter Global selaku pemasar mobil merek Fiat, Chrysler, Dodge, Alfa Romeo, dan Jeep sudah mengatrol harga sbelum motor show pada Agustus lalu di kisaran Rp20 juta.

Penaikan itu berdasar pada nilai tukar Rp13.000-an per US$1. Akibat per dolar masih bercokol di Rp14.000-an, bulan ini perusahaan yang dipimpin Muhammad Al Abdullah itu akan menaikan kembali harga jual pada rata-rata kisaran Rp50 juta hingga Rp100 juta.

Pria yang akrab disapa Memet tersebut mengakui, hal ini menjadi tantangan terbesar bagi agen pemegang merek seperti Garansindo. Sebabnya, semua jajaran produk yang dipasarkan pihaknya diimpor secara utuh (CBU), yang harganya langsung terdampak penguatan dolar terhadap rupiah. 

“Ini menjadi buah simalakama bagi pelaku usaha khususnya dengan produk CBU. Di satu sisi harga harus naik saat minat beli menurun karena pelambatan ekonomi,” ucapnya.

Dia menyatakan, kanaikan harga yang ditempuh bulan ini disesuaikan dengan kisaran hingga Rp14.800 per US$1. Memet mengklaim, kenaikan harga saat ini sebenarnya belum sepenuhnya disesuaikan dengan besarnya kisaran rupiah yang terdepresiasi.

Secara internal pihaknya masih memberikan subsidi pada penyesuaian harga tersebut. Saat ekonomi melambat, pihaknya menilai, konsumen kendaraan CBU macam yang dipasarkan Garansindo cenderung menahan pembelian. Konsumen disinyalir menunggu hingga nilai tukar rupiah relatif stabil.

Direktur Pemasaran dan Layanan Purna Jual PT Honda Prospect Motor (HPM) Jonfis Fandy pun tidak memungkiri pihaknya sudah mengatrol harga. Menurutnya penaikan yang dilakukan masih dalam batas kewajaran dan sesuai dengan daya beli konsumen.

Pihaknya menaikan harga pada Agustus lalu dengan besaran rata-rata Rp2 juta hingga Rp5 juta pada setiap produk. “Kenaikan itu tidak seperti terdepresiasinya rupiah terhadap dolar,” tuturnya.

Saat rupiah sedikit menguat pada beberapa hari terakhir, dinilai pelaku usaha belum mencapai angka yang diharapkan. Jonfis berharap rupiah terus menguat agar pelaku usaha dapat memaksimalkan waktu di akhir tahun dengan maksimal dalam menggenjot penjualan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper