Bisnis.com, JAKARTA – Gelombang impor mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang semakin deras di pasar Indonesia mulai memberikan tekanan serius terhadap industri komponen otomotif lokal. Dampaknya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mulai terjadi di sejumlah perusahaan komponen.
Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mengungkap kondisi memprihatinkan yang tengah dihadapi pelaku komponen otomotif di Tanah Air. Penurunan permintaan dari pabrikan kendaraan, ditambah serbuan produk impor dinilai menjadi faktor utama lesunya industri tersebut.
Sekretaris Jenderal GIAMM Rachmat Basuki membenarkan adanya PHK di beberapa perusahaan anggota. Menurutnya, situasi ini erat kaitannya dengan merosotnya penjualan kendaraan di pasar domestik sejak awal tahun.
"Benar, beberapa anggota GIAMM ada yang mengurangi jumlah karyawan karena penurunan domestik market," ujar Basuki kepada Bisnis, dikutip Rabu (27/8/2025).
Basuki menambahkan, tekanan semakin berat akibat banjir impor mobil listrik utuh atau completely built up (CBU), baik dari segmen kendaraan listrik murni maupun truk. Kondisi ini membuat suplai komponen lokal ke pabrikan kendaraan semakin terbatas.
"Sudah market turun, ditambah banyaknya CBU masuk, baik EV maupun truk. Artinya, suplai anggota GIAMM ke pabrikan mobil semakin sedikit," jelasnya.
Baca Juga
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan, penjualan mobil wholesales sepanjang Januari–Juli 2025 tercatat 435.390 unit, turun 10,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 484.250 unit. Sementara penjualan ritel juga merosot 10,8% menjadi 453.278 unit, dibandingkan 508.041 unit pada 7 bulan pertama 2024.
Di sisi lain, penjualan mobil listrik murni justru melonjak signifikan. Dalam periode yang sama, wholesales mobil listrik mencapai 42.178 unit, mendekati total penjualan sepanjang 2024 yang berada di angka 43.188 unit.
Tercatat, enam perusahaan telah masuk dalam program insentif impor mobil listrik, yakni BYD, VinFast, Geely, XPeng, GWM, dan PT National Assemblers. Kehadiran mereka di satu sisi mendorong percepatan elektrifikasi, namun di sisi lain menekan rantai pasok komponen lokal.
Meski demikian, Basuki mengakui pihaknya belum mengantongi angka pasti jumlah karyawan yang terdampak PHK massal. "Kalau data angka spesifik, anggota GIAMM tidak memberikan ke kami, informasi yang diterima bervariasi antara 3% sampai 23%[karyawan terdampak]," ujarnya.
Melihat kondisi tersebut, GIAMM berharap kepada pemerintah agar segera menghadirkan kebijakan yang mampu mendongkrak penjualan kendaraan di dalam negeri, serupa dengan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP) saat pandemi Covid-19.
Sebagai catatan, kebijakan PPnBM-DTP pada awal 2022 berhasil memulihkan pasar otomotif nasional dengan penjualan mobil menembus lebih dari 1 juta unit. GIAMM berharap langkah serupa dapat kembali diterapkan.
"Yang pasti harapan GIAMM, kalau bisa ada insentif yang bisa menaikkan pasar, seperti zaman Covid-19. Pemberian PPnBM-DTP untuk kendaraan yang punya TKDN di atas 60%, akan sangat membantu supplier otomotif dalam negeri," pungkas Basuki.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara menambahkan, banjir impor mobil listrik itu juga berdampak terhadap pabrikan mobil existing yang telah berkomitmen untuk memproduksi lokal dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tinggi.
"Bahwa [pabrikan] yang kandungan lokalnya tinggi itu tertekan, volumenya makin menurun, sedangkan kemudian muncul kendaraan listrik yang kandungan lokalnya sangat rendah, volumenya meningkat. Ini akan mengganggu keseimbangan industri dalam negeri kita," ujar Kukuh di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Lebih lanjut, dia mengatakan, TKDN berperan penting bagi industri kendaraan bermotor karena melibatkan industri komponen tier 1, tier 2 hingga ribuan industri kecil dan menengah (IKM).
Menurutnya, industri komponen otomotif masih tertolong oleh pasar ekspor. Namun, Kukuh menekankan bahwa kinerja pasar otomotif domestik perlu digenjot agar tidak berdampak luas terhadap tenaga kerja di industri komponen maupun pabrikan kendaraan.
“Mengenai produksi, utilisasinya jadi turun lagi, padahal sempat naik ke 73%, dikhawatirkan ini akan turun lagi, di kisaran 55-60%. Padahal, lapangan kerja di sana cukup banyak,” pungkasnya.
Impor Mobil Utuh Melonjak
Di tengah merosotnya pasar domestik, jumlah impor mobil secara utuh atau CBU justru mengalir deras sepanjang periode Januari-Juli 2025.
Menilik data Gaikindo, total importasi mobil di pasar domestik sebanyak 76.755 unit pada 7 bulan pertama 2025. Angka itu melonjak 50,7% secara year-on-year (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 50.932 unit.
Pabrikan mobil listrik asal China, BYD mencatatkan angka impor paling besar yakni 20.795 unit, atau melesat 221,5% dibandingkan periode yang sama pada 2024. Sederet mobil listrik yang telah dipasarkan BYD yakni Atto 1, Atto 3, Sealion 7, Seal, Dolphin dan M6.
Adapun, BYD tengah membangun pabrik di Subang, Jawa Barat yang diestimasikan rampung pada akhir 2025. Pabrik itu memiliki kapasitas produksi 150.000 unit per tahun, dengan rencana investasinya sekitar Rp11 triliun.
Berikutnya, Toyota dan Mitsubishi Motors mencatatkan angka impor masing-masing sebesar 18.673 unit dan 8.525 unit.
Selanjutnya, sub merek premium BYD yakni Denza mencatatkan angka impor sebanyak 7.892 unit melalui produknya Denza D9. Disusul Suzuki sebanyak 5.543 unit.
Beberapa jenama mobil listrik asal China lainnya yang menyumbang angka impor cukup besar yakni Aion sebanyak 3.126 unit, disusul Geely sebesar 1.800 unit.
10 Importir Mobil Terbesar Januari-Juli 2025:
1. BYD: 20.795 unit
2. Toyota: 18.673 unit
3. Mitsubishi Motors: 8.525 unit
4. Denza: 7.892 unit
5. Suzuki: 5.543 unit
6. Aion: 3.126 unit
7. Geely: 1.800 unit
8. Mazda: 1.677 unit
9. Hyundai (HMID): 1.564 unit
10. Lexus: 1.396 unit
Diversifikasi Produksi
Pemerintah mengakui maraknya kendaraan listrik berbasis baterai (BEV) mulai memengaruhi penjualan mobil konvensional atau internal combustion engine (ICE), yang selama ini menjadi tulang punggung industri komponen otomotif nasional.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan, perbedaan struktur komponen antara kendaraan listrik dan konvensional menjadi salah satu penyebab menurunnya permintaan.
“Jadi memang harus kita akui kalau yang terkait dengan kendaraan ICE itu bisa sampai puluhan ribu komponen, sementara kalau kendaraan BEV kan hanya ribuan saja sehingga pastinya akan ada dampak kepada industri komponen nasional karena kebutuhannya pasti akan berkurang,” jelas Tunggul.
Menurutnya, Kemenperin telah menjalin komunikasi dengan GIAMM untuk membahas strategi adaptasi industri komponen di tengah pergeseran pasar kendaraan menuju elektrifikasi.
Tunggul menyebut, salah satu langkah yang tengah didorong adalah diversifikasi produksi. Para pelaku industri komponen otomotif diarahkan agar dapat melakukan peralihan (switching) ke sektor lain yang memiliki prospek pertumbuhan lebih stabil, seperti maritim dan penerbangan.
“Kami sudah beberapa kali komunikasi juga dengan GIAMM sebagai asosiasi industri komponen, bahwa kami juga mengarahkan agar mulai melakukan switching produk mereka dari komponen kendaraan bermotor, untuk mulai mengembangkan komponen kebutuhan misalnya industri komponen aviasi atau maritim,” pungkasnya.
Langkah tersebut diharapkan dapat menjaga kapasitas produksi dan serapan tenaga kerja di tengah tren penurunan kebutuhan komponen kendaraan konvensional. Kemenperin optimistis diversifikasi ini akan membantu memperluas basis industri manufaktur nasional.
Selain itu, pemerintah berkomitmen untuk terus memfasilitasi transisi industri komponen agar tetap kompetitif, baik di pasar otomotif yang tengah bertransformasi maupun di sektor industri strategis lainnya.
Siasat Industri Komponen Lokal Bertahan
Produsen komponen otomotif lokal, PT Mitra Abadi Autoparts melalui merek dagang LKS Autoparts, mengungkapkan strategi untuk bertahan di tengah tekanan pasar domestik yang lesu dan gelombang PHK di sektor industri komponen.
Managing Strategist PT Mitra Abadi Autoparts Yudi Aditya Putra menyebut, perusahaan telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 2000 dan mampu bertahan selama 25 tahun dengan konsistensi pada kualitas produk.
Salah satu kunci keberlangsungan usaha, kata Yudi, terletak pada fokus perseroan memproduksi suku cadang pengganti (aftermarket) dengan kualitas di atas rata-rata, disertai jaminan garansi yang panjang.
"Produk-produk LKS Autoparts diproduksi oleh pabrikan-pabrikan terbaik di dunia untuk aftermarket, yang telah dipasok ke lebih dari 120 negara dan region di seluruh dunia," jelasnya melalui keterangan resmi, dikutip Rabu (27/8).
LKS Autoparts mengklaim produk mereka memiliki kualitas setara dengan standar original equipment manufacturer (OEM). Beberapa komponen unggulan seperti drive shaft, hub bearing, dan shock absorber diproduksi dengan spesifikasi tinggi untuk memastikan performa optimal dan daya tahan yang mumpuni.
"Tidak hanya itu, suku cadang LKS Autoparts dapat dipasang secara langsung tanpa perlu usaha lebih [sistem plug and play] karena dibuat khusus untuk serial parts yang dimaksud," ujar Yudi.
Pada tahun ini, perusahaan juga berencana melakukan pembaruan kemasan (packaging) untuk produk CV joint dan drive shaft. Upaya ini disebut sebagai bentuk komitmen menjaga kualitas komponen yang dipasarkan di Indonesia.
"Pada 2025 ini, kami akan mengeluarkan packaging baru. Hal itu dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa LKS Autoparts selalu menjaga kualitasnya," pungkas Yudi.
Kinerja Emiten Komponen Otomotif
Sejumlah emiten komponen otomotif membukukan penurunan laba sepanjang semester I/2025 di tengah lesunya penjualan otomotif.