Bisnis.com, JAKARTA --- Toyota Indonesia melakukan studi banding ke beberapa negara, termasuk Malaysia hingga China, untuk membangun stasiun pengisian bahan bakar mobil hidrogen (hydrogen refueling station/HRS) di Karawang, Jawa Barat.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Nandi Julyanto mengatakan, perseroan menggelontorkan investasi Rp35 miliar untuk membangun ekosistem pengisian mobil hidrogen tersebut.
Adapun, proses pembangunannya berlangsung selama 1 tahun yang melibatkan berbagai pihak seperti pemerintah, akademisi, Pertamina, PLN, BRIN, TUV SUD, dan Indonesia Fuel Cell and Hydrogen Energy (IFHE).
Selain itu, Toyota Indonesia bersama dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, dan Pertamina telah melakukan peninjauan ke beberapa negara, seperti Malaysia, Thailand, Inggris, Australia, Jepang dan China untuk mempelajari best practices dalam pengembangan dan penerapan sistem pengisian hidrogen.
"Ke depannya, kami berharap HRS ini dapat mengakselerasi adopsi teknologi hidrogen di Indonesia, baik itu untuk mobility dan sektor lainnya," jelas Nandi di Karawang pada Selasa (11/2/2025).
Fasilitas HRS Toyota Indonesia ini memiliki kemampuan untuk mengisi bahan bakar hidrogen dengan tekanan 350 bar untuk Mirai dan truk fuel cell, serta 700 bar untuk fuel cell forklift, dengan waktu pengisian yang hanya memakan waktu 3 hingga 5 menit.
Baca Juga
Kendati demikian, sejauh ini, mobil hidrogen Toyota Mirai generasi 1 dan 2 belum dijual secara komersial karena perseroan masih dalam tahap studi dan pengenalan kepada masyarakat terkait mobil berbahan bakar hidrogen.
"Kami sudah punya Mirai generasi 1 dan 2. Nanti kami akan evaluasi dulu. Kami perlu waktu untuk edukasi dan studi dulu. Kami juga sudah punya forklift, dan kami sedang pikirkan untuk konversi truk. Karena paling cocok itu memang truk ya, untuk FCEV," kata Nandi.
Menurutnya, untuk pengembangan ekosistem mobil hidrogen membutuhkan waktu setidaknya 5 sampai 6 tahun. Artinya, diharapkan mobil hidrogen Toyota dapat dijual secara komersial pada 2030 mendatang.
"Mungkin kalau pengalaman di beberapa negara itu kan sekitar 5-6 tahun, mudah-mudahan infrastrukturnya sudah lengkap. Nanti secara ekosistem sudah ada, mungkin di beberapa area dulu. Mudah-mudahan di 2030 bisa kita lakukan ya," pungkas Nandi.
Pada kesempatan yang sama, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, peta jalan atau roadmap hidrogen nasional sedang disiapkan, termasuk regulasi dan insentif untuk mendorong penggunaan hidrogen sebagai energi bersih.
"Saat ini, kami sedang menyusun roadmap hidrogen, dan diharapkan sekitar tahun 2038-2040 hidrogen bisa menjadi salah satu sumber energi utama, baik untuk kendaraan maupun pembangkit listrik," jelas Eniya.
Tak hanya itu, Eniya mengatakan, pemerintah juga berencana mendorong industri mulai mengadopsi hidrogen sebagai energi alternatif.