Bisnis.com, JAKARTA - PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) terus meramu strategi untuk semakin memancangkan diri di pasar otomotif Indonesia yang semakin meriah dengan kehadiran merek-merek baru.
Chief Operating Officer Hyundai Motors Indonesia, Fransiscus Soerjopranoto mengatakan berbagai strategi yang akan dijalankan perseroan pada paruh kedua tahun ini yaitu meluncurkan model-model baru hingga melarang SPKLU Hyundai digunakan oleh mobil listrik merek lain.
Lebih lanjut dia mengatakan, hal tersebut sebagai bagian dari strategi Hyundai agar masyarakat yang semula masih menahan pembelian itu bisa lebih tertarik untuk membeli kendaraan.
"Ini tinggal sisa 5 bulan lagi, dari Agustus sampai Desember, Hyundai memastikan akan ada tiga produk baru," ujar Frans di Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Beberapa model yang akan diluncurkan Hyundai itu termasuk segmen hybrid, mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV), hingga mobil berbahan bakar konvensional (internal combustion engine/ICE).
Dia mengatakan, dari ketiga model baru yang akan diluncurkan Hyundai itu, ada yang akan dirakit secara lokal (Completely Knocked Down/CKD), dan ada juga yang diimpor utuh (completely built-up/CBU).
Pabrikan asal Korea Selatan itu juga berkomitmen untuk meluncurkan model HEV meskipun pemerintah tidak akan mengguyur insentif untuk mobil hybrid. Sebab, menurutnya pasar mobil hybrid memiliki peluang yang bagus di Indonesia.
“Kalau hybrid tidak mendapatkan insentif tapi kita melihat di situ ada peluang, karena pasarnya 1:3. Kalau pasar hybrid sekitar tiga kali lipat, kenapa Hyundai tidak masuk di pasar itu?” jelasnya.
Sejauh ini, Hyundai memang belum memasarkan produk mobil hybrid di Indonesia. Namun, untuk pasar global, Hyundai sudah memiliki beberapa mobil hybrid jenis SUV yang telah dipasarkan yaitu Santa Fe hybrid, Tucson hybrid, dan Kona hybrid.
Sementara itu, di segmen mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV), pabrikan asal Korea Selatan itu telah memasarkan beberapa produk di Tanah Air yaitu Ioniq 5, Ioniq 6, Ioniq EV, hingga Kona EV.
Tak hanya itu, jenama mobil asal Korea Selatan itu juga resmi membatasi penggunaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) untuk merek lain mulai Agustus 2024. Kini, SPKLU tersebut dibuat eksklusif khusus untuk mobil listrik merek Hyundai Group.
Adapun, sejauh ini penjualan mobil listrik Hyundai telah melebihi 10.000 unit sehingga Hyundai memprioritaskan konsumennya untuk mengisi daya di SPKLU milik perusahaan.
"Jadi, daripada konsumen Hyundai merasa bahwa layanan yang kami berikan dia mesti antre panjang karena non-brand Hyundai juga ikut antre di situ. Kami sekarang memberikan prioritas ke konsumen kami,” ujar Frans.
Perlu diketahui, Hyundai sudah memiliki lebih dari 600 titik lokasi pengisian di seluruh Indonesia. Tak hanya itu, dengan dukungan dan kolaborasi dengan PLN, Hyundai menargetkan akan memiliki lebih dari 1.000 titik lokasi pengisian.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan jumlah SPKLU dan SPBKLU per Juni 2024 sekitar 3.457 unit, yang terdiri dari 1.575 unit adalah SPKLU dan 1.882 unit SPBKLU.
Investasi Hyundai dan Karpet Merah BYD
Pakar otomotif dan akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu menilai, Hyundai berusaha melindungi investasinya dan memastikan bahwa SPKLU mereka digunakan secara optimal oleh konsumen Hyundai.
Menurutnya, prospek investasi Hyundai di industri mobil listrik dan baterai di Indonesia tetap positif, meskipun ada persaingan ketat dari produsen China.
"Untuk itu, Hyundai perlu mengembangkan model-model EV yang sesuai dengan daya beli kelas menengah Indonesia dan menawarkan berbagai pilihan model untuk memenuhi beragam kebutuhan konsumen," ujar Yannes kepada Bisnis, Senin (12/8/2024).
Selain itu, lanjutnya, meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) akan membantu Hyundai mendapatkan insentif dari pemerintah dan menurunkan harga jual. Efisiensi produksi juga penting untuk menjaga harga tetap kompetitif.
Tak hanya bergerak di bidang infrastruktur, investasi konsorsium Hyundai dan LG Energy juga siap mengoperasikan pabrik ekosistem baterai mobil listrik di Cikarang dan Karawang, Jawa Barat.
Fasilitas pertama yang dibangun itu dioperasikan oleh PT HKML Battery. Total investasi mencapai US$1,1 miliar, setara Rp15,6 triliun, dengan kapasitas produksi sel baterai mencapai 10 GWh per tahun.
Selain itu, Hyundai juga membangun fasilitas packing baterai yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. PT Hyundai Energy Indonesia yang menjalankan fasilitas produksi packing itu menelan investasi sebesar US$60 juta, atau sekitar Rp900 miliar.
Di lain sisi, pemerintah juga menggelar karpet merah bagi produsen mobil listrik asal China, BYD Auto Co. Ltd. untuk berinvestasi membangun pabrik di Indonesia.
Perlu diketahui, mengacu Peraturan Presiden (Perpres) No 79 Tahun 2023, pemerintah akan memberikan insentif pajak kepada produsen mobil yang berencana membangun pabrik kendaraan listrik atas impor CBU dengan keringanan PPnBM dan bea masuk 0% hingga 2025.
Belum lama ini, merek asal China, PT BYD Motor Indonesia juga memberi sinyal akan memproduksi baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia.
Head of Marketing & Communication PT BYD Motor Indonesia Luther T. Panjaitan mengatakan pihaknya tengah mengembangkan studi komprehensif terkait produksi lokal baterai EV tersebut.
"Ya, kalau baterai itu beberapa pertimbangan yang kami juga lagi kalkulasi dan riset, karena itu road map yang panjang ya, dan itu butuh comprehensive study juga terhadap demand-nya,” ujar Luther di sela acara Media Drive BYD M6 di Bandung, Kamis (8/8/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan latar belakang BYD yang sejatinya merupakan produsen baterai terbesar di dunia, maka perseroan siap untuk memproduksi lokal baterai EV di Indonesia.
"It’s only matter of research saja, studi terhadap market. Jadi ketika semuanya sudah siap dan memang suatu keniscayaan, ya tentunya kami harusnya lebih siap ya karena kami produsen baterai,” jelasnya.
Terkait pengembangan SPKLU, Luther mengatakan BYD masih melakukan riset mendalam serta menghitung anggaran investasi untuk mengembangkan charging station. Yang jelas, di beberapa showroom BYD sudah disediakan infrastruktur SPKLU dan terbuka digunakan oleh mobil listrik merek lain.
"Hal yang kami bisa kontrol seperti yang di showroom BYD, tentunya kami sesegera mungkin sudah lakukan [pengembangan SPKLU]. Oh iya, SPKLU yang di showroom BYD, merek lain itu dipersilakan dan kami tidak melarang," pungkas Luther.
Dominasi Mobil Listrik China
Kehadiran pabrikan China di kancah otomotif Indonesia semakin memperketat persaingan. Sejumlah merek mobil asal Negeri Tirai Bambu tercatat membukukan penjualan moncer pada Juli 2024.
Adapun, merek BYD menjadi salah satu incaran konsumen dengan penjualan meroket hanya dalam kurun waktu 2 bulan.
Berdasarkan data terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang diterima Bisnis, ada 10 merek China yang paling laris diburu, di antaranya Wuling, Chery, BYD, DFSK hingga Haval.
Adapun, dari 10 merek tersebut, penjualan mobil China pada Juli 2024 tercatat sebanyak 5.188 unit. Sementara itu, sepanjang Januari-Juli 2024, penjualan mobil China tembus 22.390 unit.
Di urutan pertama, Wuling masih memimpin pasar dengan penjualan sebanyak 10.044 unit pada 7 bulan pertama 2024. Selanjutnya, diikuti Chery dengan penjualan 4.719 unit.
Sementara itu, merek China pendatang baru, BYD menduduki posisi ketiga dengan penjualan moncer sebesar 3.521 hanya dalam 2 bulan. Secara terperinci, penjualan BYD pada Juni tercatat sebesar 1.596 unit, sedangkan pada Juli 2024 sebanyak 1.925 unit.
Saat ini, ada empat model mobil BYD yang tersedia di Indonesia, di antaranya BYD M6 di segmen MPV, BYD Atto 3 di segmen SUV, lalu Hatchback BYD Dolphin, serta sedan BYD Seal.
Sementara itu, untuk merek Wuling di segmen BEV, yakni Wuling Air ev, Wuling Binguo EV, dan Wuling Cloud EV, sedangkan di segmen hybrid, yaitu Wuling Almaz Hybrid.
Berturut-turut, merek mobil China terlaris lainnya, yaitu Morris Garage (MG), FAW, DFSK, Neta, Tank, Seres, dan Haval.