Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dilema Indonesia Sambut Mobil Listrik BYD Cs, Menanti Investasi tapi Gerus Industri

Selain persoalan harga miring yang ditawarkan mobil listrik asal China seperti buatan BYD dan lainnya, minimnya investasi pun jadi sorotan.
Mobil listrik BYD Denza N7 tipe SUV elektrik dipamerkan dalam pameran di Beijing, China pada Senin (3/7/2023). - Bloomberg/Qilai Shen
Mobil listrik BYD Denza N7 tipe SUV elektrik dipamerkan dalam pameran di Beijing, China pada Senin (3/7/2023). - Bloomberg/Qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA- Kehadiran produk mobil listrik asal China seperti BYD, Great Wall Motors (GWM), hingga Neta seiring iming-iming insentif pembebasan bea masuk hingga Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM, seolah pedang bermata dua. Indonesia butuh lebih banyak investasi pengembangan mobil listrik, tetapi juga perlu memperkuat industri otomotif eksisting.

Kondisi demikian pun telah dirasakan banyak negara yang menghadapi ekspansi produk mobil listrik China. Sebut saja Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE), yang juga merupakan raksasa otomotif sekaligus deretan pasar terbesar mobil listrik.

AS dan Eropa menuding produk mobil listrik China disokong kekuatan negara dengan gelontoran subsidi guna merusak pasar. Terlebih lagi, mereka mencurigai rantai pasok manufaktur baterai dan mobil listrik asal China tak bebas dari perusakkan lingkungan.

Sebaliknya, produsen mobil listrik China, terutama BYD perlahan menguasai pasar mobil listrik global. Bahkan, BYD telah menyalip Tesla sebagai pemain terbesar di dunia.

Hal lainnya, hingga kini pabrikan mobil listrik China menghindari pendirian pabrik secara langsung di AS. BYD, misalnya, memilih pendirian basis produksi di Meksiko, tetapi mengincar pasar mobil listrik besar kawasan Amerika Utara.

Persoalan mobil listrik China inipun telah dibahas pada arena politik. Dikutip dari Reuters, para anggota parlemen AS telah meminta pemerintah yang dinahkodai oleh Joe Biden memblokir seluruh produk mobil listrik dari pabrikan China.

Selain menuntut blokir terhadap mobil China dari pasar AS, Ketua Komite Perbankan Senat Sherrod Brown mendesak Presiden Joe Biden untuk memberikan perlakuan yang sama seluruh produk mobil listrik buatan anak usaha ataupun perusahaan yang terafiliasi dengan China.

“Kendaraan listrik Tiongkok merupakan ancaman nyata bagi industri otomotif Amerika,” kata Brown seperti dikutip dari Reuters.

Dalam perlombaan pengembangan mobil listrik, banyak pabrikan AS dan Eropa berguguran. Mereka kalah saing dengan kegesitan produk mobil listrik China.

Pabrikan seperti GM dan Ford Motor telah merugi miliaran dolar dari unit mobil listrik mereka, dan masih harus menghadapi reaksi konsumen terhadap harga kendaraan yang tinggi. Sementara mereka masih ketergantungan mereka pada teknologi, bahan mentah, dan komponen China meski berjuang untuk membangun rantai pasokan mereka sendiri dan menekan biaya.

 Sebaliknya, kehadiran BYD Cs.  di Indonesia memompa angin segar bagi pengembangan mobil listrik. Indonesia masih harus menggenjot populasi mobil listrik, ketersediaan beragam model dengan harga terjangkau adalah satu-satunya langkah realistis.

Kehadiran BYD kemudian diikuti Neta hingga GWM, ikut meramaikan pasar mobil listrik di Tanah Air. Namun gejala yang sama selayaknya perlu dicermati, pasalnya pabrikan mobil listrik asal China inipun telah membangun fasilitas produksi lebih dulu di Thailand.

Dikutip dari Nikkei Asia, Manajer umum Divisi Penjualan Mobil BYD Asia-Pasifik Liu Xueliang mengatakan Thailand memiliki basis kuat dalam industri otomotif ditambah dengan kapasitas manufaktur yang sangat matang.

“Jadi kami memilih untuk membangun pabrik di sini setelah melalui pertimbangan yang cermat,” tuturnya.

BYD Co. juga menandatangani perjanjian pembelian lahan dengan WHA Corp., selaku pengembang kawasan industri terbesar di Thailand. Pabrik pertama di Asia Tenggara itu diperkirakan mulai beroperasi pada 2024 dengan kapasitas produksi 150.000 unit per tahun.

Sebaliknya, dari data investasi Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi otomotif BYD Cs. masih terbilang minim. Realisasi investasi dari China di sektor otomotif sepanjang 2023 hanya US$3,69 juta atau setara Rp57,96 miliar (asumsi kurs jisdor Rp15.688 per US$).

INDUSTRI OTOMOTIF NASIONAL

Ekonom Senior Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai investasi dari China selayaknya tidak sebatas perdagangan melainkan untuk mengembangkan industri otomotif nasional di kancah pasar otomotif global.

Menurutnya, kehadiran produk China di Tanah Air patut diwaspadai juga supaya tidak mengurangi daya saing produk dalam negeri. Selain itu, kehadiran impor dari China yang terbilang murah juga berpotensi menggerus pelaku UMKM komponen secara perlahan.

Bila kemampuan industri lokal tidak ditingkatkan, maka pada akhirnya Indonesia hanya sebatas menjadi pasar untuk ekspansi negara asing seperti China. Orientasi basis produksi berarti harus ada keterlibatan dari tenaga kerja, hingga ahli yang memberikan nilai tambah bagi Indonesia selain produk.

Selain itu, hilirisasi mineral seperti nikel seharusnya tidak berhenti sampai pada produk baterai saja, tapi juga berupa mobil listrik yang dapat diekspor keluar negeri.

“Harus diwaspadai ketergantungan China ini dikhawatirkan akan mengurangi daya saing produk dalam negeri. Kita tidak punya kemampuan alih teknologi dan membuat inovasi untuk bersaing di pasar domestik serta global akhirnya hanya sebagai negara market,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (18/4/2024).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper