Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian atau Kemenperin memberikan penjelasan mengenai mobil rakyat yang sempat diwacanakan pada akhir 2021 lalu.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan rasio kepemilikan mobil di Indonesia saat ini masih cukup rendah, yakni 99 unit berbanding 1.000 orang.
Sementara negara tetangga seperti Thailand memiliki rasio 275 unit per 1.000 orang dan Malaysia 450 unit per 1.000 orang.
Kemenperin pun mendorong supaya mobil jenis low cost green car (LCGC) tidak masuk dalam kategori barang mewah, sehingga bisa dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM).
Bila melihat PP 73/2019 (Rev. PP 74/2021), perhitungan PPnBM untuk mobil KBH2 atau LCGC yang memiliki kapasitas sampai 1.200 cc, dikenakan tarif 15% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) sebesar 20%. Jika tarif tersebut dikalikan dengan DPP, maka PPnBM LCGC dipatok sebesar 3%.
“Pak Menteri [Agus Gumiwang] menyampaikan mobil yang di bawah Rp250 juta tidak lagi dikategorikan barang mewah, sehingga tidak dikenakan PPnBM,” katanya dalam diskusi secara daring, Jumat (8/3/2024).
Baca Juga
Harapannya mobil yang tidak masuk kategori mewah bisa meningkatkan rasio kepemilikan mobil, dan membuat penyerapan komponen lokal dari industri otomotif semakin tinggi.
Selain itu, pembebasan PPnBM juga diharapkan dapat meningkatkan utilisasi pabrik, dan memperkuat struktur industri otomotif yang dapat diukur melalui Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Lebih lanjut, dia mengatakan Kemenperin sudah menyampaikan usulan tersebut kepada Kementerian Keuangan sejak akhir 2021. Namun, hingga kini Kemenperin masih pada posisi menunggu kepastian tersebut.
“Kami mendorong mobil di bawah harga Rp250 juta memiliki TKDN tinggi, ramah lingkungan dan harga terjangkau. Hal itu yang kami dorong tidak masuk kategori barang mewah,” katanya.
Di satu sisi, Kemenperin juga disebut senantiasa berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan industri terutama ekosistem otomotif. Keputusan kebijakan, dan program dilakukan berdasarkan dialog dengan para pelaku industri.