Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Mobil Hidrogen, Marak di Dunia Sepi di Indonesia

Hidrogen tengah ramai dikembangkan berbagai negara di dunia. Sebagai energi alternatif, hidrogen bisa mengakserelasi pemangkasan karbon otomotif.
Toyota menghadirkan generasi kedua teknologi hidrogen internal combution engine/HICEV yang bisa dikembangkan berbarengan dengan rantai pasok komponen eksisting/Istimewa
Toyota menghadirkan generasi kedua teknologi hidrogen internal combution engine/HICEV yang bisa dikembangkan berbarengan dengan rantai pasok komponen eksisting/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA- Berbagai negara di dunia tengah mengembangkan pasokan hidrogen sebagai sumber energi sektor transportasi khususnya otomotif, termasuk negeri tetangga Malaysia dan Australia.

Sebaliknya di Indonesia, energi terbarukan hidrogen belum dilirik secara serius sebagai alternatif menyajikan energi ramah lingkungan.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Eniya Listiani Dewi mengungkapkan sedikitnya 40 negara telah memiliki peta jalan pengembangan hidrogen. Sebagian besar negara-negara tersebut bahkan telah menggali potensi dan mendistribusikan hidrogen sebagai sumber energi, terutama untuk sektor transportasi dan industri.

“Hidrogen hadir sebagai energi masa depan, meskipun selama ini telah digunakan di industri seperti pupuk. Terlebih bagi Indonesia, sumber memproduksi hidrogen cukup melimpah,” ungkap Eniya beberapa waktu lalu di sela Seminar Nasional UGM bertajuk “Percepatan pengembangan ekosistem hidrogen di sektor industri dan transportasi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 di Indonesia”.

Lebih jauh, dia menjelaskan sejauh ini negara tetangga seperti Australia dan Malaysia telah menjadi eksportir hidrogen. Mereka memasok energi terbarukan itu ke Jepang dan Singapura.

“Bahkan Australia telah menambah banyak pasar ekspor hidrogen,” jelas Eniya.

Sementara Malaysia, sejak 2019 melalui Sarawak Economic Development Corporation (SEDC) telah membangun jaringan produksi hidrogen sekaligus lini distribusi yang melayani sektor transportasi dan otomotif.

Tercatat, Petronas sebagai badan usaha pelat merah milik negeri Jiran itu, telah mempunyai peta jalan pengembangan bisnis hidrogen. Tercatat pada 2024, Petronas menargetkan beroperasinya fasilitas produksi hidrogen, hingga memperluas jaringan distribusi.

Sementara negara-negara maju lainnya telah membidik hidrogen sebagai bagian batu loncatan mengikis emisi karbon, terutama pada sektor otomotif. China dan Jepang yang memiliki peredaran mobil hidrogen cukup besar, telah membangun jaringan luas stasiun hidrogen.

Di Jepang, tercatat telah terdapat 174 titik stasiun hidrogen. Sedangkan China memiliki sekitar 300 titik pengisian hidrogen, begitupun Korea Selatan, Jerman, dan Amerika Serikatp

Sebaliknya, Indonesia belum beranjak menggenjot pengembangan hidrogen. Padahal, Potensi EBT hidrogen yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tersebar terutama di Kalimantan Utara, Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Papua.

Pemerintah mengklaim Indonesia memiliki potensi memproduksi listrik dari EBT dengan kapasitas 3.000 gigawatt (GW) dan potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 12,5 GW saat ini. Sehingga Pemerintah optimis dapat menambah produksi listrik dari sumber EBT hingga mencapai 21 GW sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021 – 2030.

“Yang jelas pasar ekspor hidrogen cukup besar, Singapura pun siap menyerap produksi hidrogen. Terlebih lagi, ini bakal berperan besar untuk transformasi energi sektor otomotif dan transportasi,” jelas Eniya.

Di sisi lain, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengakui bahwa hidrogen bakal jadi pemain utama energi bersih pada masa mendatang. “Kalau bagi Toyota, kami telah menerapkan strategi multi-pathway, termasuk pengembangan hidrogen. Karena tujuan netral karbon, tak bisa hanya satu teknologi, semua yang bergerak mengurangi karbon harus didukung,” ungkapnya.

Hanya saja, sejauh ini pengembangan energi hidrogen masih sebatas wacana, belum terdapat peta jalan dan kebijakan yang jelas. “Sebagai pelaku industri kami menunggu kejelasan tersebut, karena tren global pun mengarah ke sana. Ini harus disiapkan dari produksi, distribusi, hingga jaminan infrastrukturnya, secara teknologi sudah siap industri otomotif,” tukas Bob.

Toyota telah meluncurkan dan memasarkan massal Mirai yang merupakan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) dengan konsumsi hidrogen. Kini, pabrikan asal Jepang itu menghadirkan generasi kedua teknologi hidrogen internal combution engine/HICEV yang bisa dikembangkan berbarengan dengan rantai pasok komponen eksisting.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper