Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Mobil Listrik China: Indonesia Gelar Karpet Merah, Eropa Gelar Investigasi

Uni Eropa bakal menjegal penetrasi mobil listrik China yang dibanderol lebih murah, guna melindungi produsen lokal.
Mobil listrik Panda Mini produksi Geely Automobile Holdings Ltd. dipamerkan dalam Shanghai Auto Show di Shanghai, China pada Senin (24/4/2023). - Bloomberg/Qilai Shen
Mobil listrik Panda Mini produksi Geely Automobile Holdings Ltd. dipamerkan dalam Shanghai Auto Show di Shanghai, China pada Senin (24/4/2023). - Bloomberg/Qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA- Banjirnya mobil listrik China ke pasar global disikapi beragam. Saat Indonesia membuka gerbang seluasnya pasar, Uni Eropa justru berencana menginvestigasi persaingan tak seimbang yang membuat mobil listrik China dibanderol jauh lebih murah.

Catatan ekspor mobil dari China menunjukkan agresivitas para prinsipal negeri tersebut memperluas pasar mancanegara, terutama melalui produk mobil listrik. Harga lebih murah merupakan senjata berbagai model mobil listrik asal China memenangi petarungan pasar ekspor.

Di Indonesia, momentum Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2023, seakan jadi panggung bagi berbagai model mobil listrik dari “Negeri Panda”. Terutama, lewat kehadiran model mobil listrik murah mulai dari merek Seres, Wuling, hingga Ora.

Melaindainya perekonomian Tiongkok disebut-sebut membuat stok mobil listrik di dalam negeri menumpuk. Alhasil, pasar luar negeri kian dicari.

Sebagai salah satu pasar terbesar mobil listrik, Uni Eropa merupakan pasar empuk. Tidak hanya menyediakan potensi pasar yang tinggi, melainkan konsumen sudah sangat akrab dengan produsen kawasan tersebut walau produksi telah berpindah ke China.

Hal inilah yang memicu Komisi Uni Eropa angkat bicara terkait arus deras mobil listrik China. Komisi Uni Eropa, seperti dikutip dari Nikkeiasia pada Sabtu (16/9/2023), berencana menggelar investigasi yang akan bermuara pada perumusan tarif impor lebih tinggi bagi mobil listrik China.

Produk-produk asal China cenderung lebih murah, diduga banyak mendapat manfaat dari subsidi negara.

“Pasar global kini dibanjiri mobil listrik yang lebih murah. Dan harganya dijaga agar tetap rendah karena subsidi negara yang sangat besar,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pidato tahunannya di depan parlemen Uni Eropa.

Komisi mempunyai waktu hingga 13 bulan untuk menilai apakah akan mengenakan tarif di atas tarif standar UE sebesar 10 persen untuk mobil, yang merupakan kasus paling besar terhadap Tiongkok sejak penyelidikan UE terhadap panel surya Tiongkok berhasil menghindari perang dagang satu dekade lalu.

Investigasi anti-subsidi itu tidak saja menyasar produk merek Tiongkok, melainkan juga merek lain yang diproduksi di negara yang dimpimpin Xi Jinping itu. Bahkan mobil listrik buatan Tesla, Renault, dan BMW yang diproduksi di China akan terkena penyelidikan.

Kamar Dagang Tiongkok di UE mengatakan mereka sangat prihatin dan menentang peluncuran penyelidikan tersebut dan bahwa keunggulan kompetitif sektor ini bukan karena subsidi. Mereka mendesak UE untuk melihat kendaraan listrik Tiongkok secara objektif.

Ketegangan antara Tiongkok dan UE semakin meningkat, sebagian disebabkan oleh kedekatan Beijing dengan Moskow setelah invasi Rusia ke Ukraina. UE berupaya mengurangi ketergantungannya pada negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, khususnya pada bahan dan produk yang dibutuhkan untuk transisi ramah lingkungan.

 

Produsen mobil Eropa menyadari bahwa mereka harus berjuang keras untuk memproduksi kendaraan listrik berbiaya rendah dan menghapus keunggulan Tiongkok dalam mengembangkan model yang lebih murah.

Produsen kendaraan listrik Tiongkok, mulai dari pemimpin pasar BYD hingga pesaingnya yang lebih kecil, Xpeng dan Nio, sedang meningkatkan upaya untuk melakukan ekspansi ke luar negeri seiring dengan semakin ketatnya persaingan di dalam negeri dan melambatnya pertumbuhan domestik. Ekspor mobil Tiongkok melonjak 31 persen pada bulan Agustus, menurut data Asosiasi Mobil Penumpang Tiongkok (CPCA).

Komisi Eropa mengatakan pangsa kendaraan listrik Tiongkok yang dijual di Eropa telah meningkat menjadi 8 persen dan dapat mencapai 15 persen pada 2025. Komisi menyimpulkan rata-rata harga mobil listrik buatan China biasanya 20 persen di bawah model buatan UE. Model Tiongkok populer yang diekspor ke Eropa termasuk MG SAIC dan Volvo Geely.

Menurut perusahaan konsultan AlixPartners, subsidi negara Tiongkok untuk kendaraan listrik dan hibrida berjumlah US$57 miliar sepanjang 2016-2022. Kebijakan ini  membantu Tiongkok menjadi produsen kendaraan listrik terbesar di dunia dan melampaui Jepang sebagai eksportir mobil terbesar pada kuartal pertama tahun ini.

Tiongkok menghentikan skema subsidi selama 11 tahun untuk pembelian kendaraan listrik pada 2022, tetapi beberapa pemerintah daerah terus menawarkan bantuan atau potongan pajak untuk menarik investasi, serta subsidi bagi konsumen.

Langkah ekstrem Uni Eropa berkebalikan dengan Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Dengan alasan mencari investasi dan memperkuat ekosistem, Indonesia bahkan bakal membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi mobil listrik impor utuh, termasuk dari China.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper