Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia semakin dekat dengan tujuannya menjadi pusat manufaktur baterai kendaraan listrik seiring dengan kemitraannya bersama Australia dalam menambang mineral.
Dilansir smncp.com pada Kamis (6/7/2023), langkah tersebut merupakan salah satu dari serangkaian pakta yang disepakati antara Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Albanese mengatakan Australia kaya akan bahan tambang dan tenaga kerja yang dibutuhkan Indonesia untuk mencapai tujuan pemakaian Energi Baru Terbarukan (EBT).
“Ada banyak hal yang dapat ditawarkan Australia kepada Indonesia, termasuk langkah global menuju kendaraan listrik [Electric Vehicle/EV]. Kami kaya akan semua komponen dan keahlian yang dibutuhkan untuk energi terbarukan,” kata Albanese.
Adapun, serangkaian kerja sama ini merupakan kelanjutan dari perjanjian pemerintah daerah Australia Barat dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pada Februari yang sepakat untuk membentuk kemitraan rantai pasokan mineral utama untuk menarik investasi dari kedua belah pihak.
Sementara itu, Jokowi sebelumnya menargetkan peningkatan impor lithium, komponen utama dalam produksi baterai EV dari Australia. Pasalnya, negara bagian Australia Barat menyumbang setengah dari produksi litium dunia, sedangkan Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
Baca Juga
Oleh sebab itu, orang nomor satu Indonesia ini memandang langkah itu sebagai salah satu dari perkembangan positif dari dalam hubungan bilateral kedua negara.
“Indonesia dan Australia harus membangun kerja sama ekonomi yang lebih substantif dan strategis melalui produksi bersama baterai kendaraan listrik,” ujar Jokowi.
Selain meningkatkan kerja sama dalam pertambangan nikel dan lithium, kedua pemimpin juga berupaya meningkatkan kerja sama dalam iklim dan infrastruktur. Dalam hal ini, Albanese telah mengumumkan bakal mengucurkan dana US$33,4 juta untuk membuka investasi ke usaha kecil dan menengah (UMKM) Indonesia.
Adapun, Jokowi juga secara khusus tertarik untuk menarik sektor swasta Australia dan otoritas modal nasional untuk berinvestasi di ibu kota baru Indonesia atau IKN Nusantara.
Lebih jauh, kemitraan Australia dan Indonesia ini juga menghasilkan aturan visa yang longgar bagi orang Indonesia yang ingin bepergian ke Australia, karena pihak Albania telah memperpanjang durasi visa bisnis untuk orang Indonesia dari tiga tahun menjadi lima tahun.
“Ini menawarkan validitas visa 10 tahun, membuat perbedaan besar dalam menghilangkan hambatan birokrasi untuk memiliki hubungan yang lebih dekat,” kata Albanese.
Di sisi lain, penduduk Australia yang tiba di Indonesia bisa mendapatkan visa on arrival yang memungkinkan mereka tinggal selama 30 hari seharga US$50 di setiap pelabuhan masuk.