Bisnis.com, JAKARTA - Produsen otomotif asal Jerman, Volkswagen (VW) memutuskan untuk menunda rencana pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Eropa setelah tahun 2022.
Sebab, saat ini negara-negara di Eropa tengah dibayangi krisis energi imbas perang antara Rusia dan Ukraina, sehingga pasokan listrik dalam beberapa bulan mendatang kemungkinan tidak dapat terpenuhi.
"Volkswagen AG dan perusahaan baterai PowerCo terus mengevaluasi lokasi yang cocok untuk gigafactory berikutnya di Eropa," kata VW dikutip dari Automotive News Europe pada Selasa, (13/12/2022).
Belum dapat dipastikan sampai kapan keputusan tersebut akan ditunda. "Sejauh ini belum ada keputusan yang diambil, proses evaluasi sedang berlangsung," kata perusahaan itu.
Sebelumnya, Republik Ceko menjadi salah satu lokasi yang dipertimbangkan untuk pembangunan pabrik baterai EV tersebut yang rencananya akan mulai beroperasi pada 2027. Lokasi lainnya yang turut dipertimbangkan yakni Hungaria, Polandia, dan Slovakia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, beberapa wilayah di Eropa menghadapi kemungkinan pemadaman listrik di musim dingin, karena melambungnya harga listrik mencapai titik tertinggi. Hal itu juga menimbulkan pertanyaan tentang kelangsungan jangka panjang dari peralihan penuh ke transportasi EV di Eropa.
Baca Juga
Brand Leader Volkswagen Thomas Schaefer mengatakan tingginya harga listrik di Eropa membuatnya kesulitan meyakinkan para investor untuk membangun pabrik baterai di sana. Sehingga, hal itu membuat para investor kemudian melakukan eksodus investasi ke Amerika Serikat atau China.
"Jika Anda memiliki opsi untuk membangun pabrik baterai di Eropa, dengan biaya listrik 15 sen per kWh, tetapi Anda bisa mendapatkannya di China atau Amerika dengan harga 2-3 sen per kWh, kami tidak dalam posisi di bawah undang-undang perusahaan saham untuk berkata demikian. Kami akan melakukannya di sini karena solidaritas," ujar Schaefer.
Adapun, pabrik baterai EV Eropa timur akan menjadi yang keempat di bawah mantan CEO Herbert Diess yang berencana untuk membangun enam lokasi tersebut dengan mitra di seluruh Eropa pada akhir dekade ini.
Di lain sisi, menurut laporan PBB, Eropa menghadapi prospek ekonomi yang sulit dan tidak pasti. Pemerintah, rumah tangga, dan perusahaan bergulat dengan krisis energi dan biaya hidup yang diperburuk oleh perang di Ukraina. Di tengah inflasi yang tinggi dan pengetatan kebijakan moneter yang cepat, banyak negara Eropa diperkirakan akan mengalami resesi selama musim dingin.
"Tren ini telah memicu harapan bahwa Eropa mungkin dapat menghindari skenario terburuk dari kelangkaan gas, penjatahan, dan penutupan industri dalam beberapa bulan mendatang. Meskipun demikian, perkembangan jangka pendek yang positif seperti itu seharusnya tidak mengaburkan tantangan yang dihadapi industri Eropa yang bergantung pada energi akibat tingginya harga gas dan listrik," tulis laporan PBB.