Bisnis.com, JAKARTA – Toyota merespons laporan Badan Pengawas Keuangan (BPK) soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah yang ditanggung pemerintah (PPnBm DTP) untuk kendaraan bermotor yang tak sesuai aturan.
Marketing Director PT Toyota Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan bahwa perusahaannya dalam memanfaatkan insentif tersebut mengikuti aturan sejak subsidi pertama kali berlaku hingga awal tahun ini.
“Semua regulasi misalnya local purchase part, aturan harga, tipe, engine kita follow,” katanya saat bincang-bincang dengan wartawan, Rabu (29/6/2022).
Anton menjelaskan bahwa Toyota dalam menentukan harga tidak mengubah apapun. Dia memastikan insentif yang diberikan pemerintah langsung diterjemahkan terhadap harga jual mobil.
“Jadi teman-teman bisa melihat harga Toyota berfluktuasi kelihatannya karena kita menyesuaikan dan benar-benar apa yang disubsidi dari pemerintah. Tidak lebih, tidak kurang,” jelasnya.
Berdasarkan laporan BPK, penetapan PPnBm bertujuan untuk melindungi pedagang kecil agar tidak tergerus oleh keberadaan pedagang besar yang menjual komoditas impor.
Baca Juga
Mengacu pada regulasi, tarif PPnBM paling rendah 10 persen dan paling tinggi 200 persen. BPK lalu melakukan pengujian atas tarif PPnBM yang dilaporkan oleh pengusaha kena pajak (PKP).
“Dari hasil pengujian diketahui terdapat satu WP [wajib pajak] penjual yang melaporkan tarif PPnBM sebesar 300 persen dan 400 persen dengan nilai total PPnBM sebesar Rp226.721.747.007,” tulis laporan.
Bukan hanya itu, BPK juga menemukan bahwa PKP melaporkan tarif PPN tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan UU No. 42/2009, ada beberapa besaran yang ditetapkan.
Tarif PPN adalah 10 persen. Nilai ini bisa berubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen sebagaimana diatur oleh PP.
Ada pula 0 persen yang diterapkan atas ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
“Berdasarkan hasil pengujian, diketahui terdapat tiga WP penjual yang melaporkan tarif PPN sebesar 100 persen dengan total nilai PPN sebesar Rp430.201.489.115,” terang laporan.
Terkait permasalahan pemanfaatan insentif PPnBM DTP dengan tarif yang tidak sesuai ketentuan, Direktorat Jenderal Pajak telah menanggapi yang ditulis pula pada laporan BPK.
“Pada aplikasi efaktur, PKP dapat memilih tarif sesuai kondisi sebenarnya dan dibebaskan [karena referensi tarif terlalu banyak]. Namun, nilai PPnBM sudah secara otomatis dikalkulasi dari tarif yang dipilih oleh WP tersebut,” terang laporan BPK.