Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wajah Baru LCGC, Harga Dipatok Rp135 Juta dan Aturan Standar Emisi

Harga jual produk LCGC di pasar tentunya beragam, mayoritas melebihi plafon harga yang ditetapkan pemerintah. Mengapa demikian?
/Antara
/Antara

Bisnis.com, JAKARTA- Mobil low cost green car atau LCGC memiliki nama resmi sebagai Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2). Kehadiran mobil-mobl bertema “greenI” tak lepas dari dorongan program pemerintah.

Secara perdana, program KBH2 didorong keinginan pemerintah untuk mengarahkan industri kendaraan bermotor kepada teknologi yang lebih ramah terhadap lingkungan. Maka, tercetuslah Keputusan Menteri Perindustrian No. 33/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2). Mencakup pengembangan mobil KBH2 berbahan bakar bensin (RON 92), dengan kapasitas mesin 980 s.d 1.200cc, dengan konsumsi bahan bakar minimal 20 kilometer per liter.

Selain itu, untuk kendaraan bermotor KBH2 diesel, kapasitas mesin sampai dengan 1.500cc, dengan konsumsi bahan bakar 20 kilometer per liter. Harga maksimal 95 juta di kantor pusat APM (tanpa pajak daerah, BBN, PKB).

Mengacu PP No. 41/2013 tentang Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ditetapkan produk mobil yang masuk dalam program KBH2 mendapatkan fasilitas pembebasan PPnBM. Tarif LCGC ditetapkan 0%.

Seiring perjalanan, terdapat beberapa merek LCGC yang telah hadir, meliputi Toyota dan Daihatsu dengan produk kembar Agya-Ayla menyusul kemudian Calya-Sigra. Dari pabrikan Honda terdapat Brio Satya, serta Suzuki dengan Karimun Wagon, dan Datsun.

Sejak kehadiran pertamanya, LCGC menjadi salah satu ceruk pasar yang gemuk membuntuti pasar low multipurpose vehicle (LMPV). Kini, sewindu lebih program LCGC diluncurkan, terdapat banyak perubahan terhadap segmen tersebut, hilangnya Datsun dan Karimun menjadikan Brio serta produk-produk Grup Astra merajai segmen “anyaran” itu.

Memasuki 2019, pemerintah mengebut program industri kendaraan bermotor ramah lingkungan dengan kiblat utama pada produk elektrik. Hal ini juga mengubah posisi produk KBH2.

Berdasarkan PP No. 73/2019 kemudian direvisi PP No. 74/2021, kendaraan jenis KBH2 dikenakan tariff sebesar 15% dari dasar pengenaan pajak 20% harga jual. Singkatnya, KBH2 atau LCGC dikenakan tarif 3% dari harga jual.

Adapun yang dimaksud KBH2 mengalami beberapa perubahan ketentuan. Hal itu berdasarkan Permenperin No. 36/2021 tentang kendaraan bermotor roda empat emisi rendah (LCEV).

Hal inipun menandai berakhirnya mobil LCGC sebagai program pionir kendaraan bermotor rendah emisi, selanjutnya pengembangan dilakukan berdasarkan payung LCEV. Mobil-mobil LCGGC adalah satu-satunya mobil dengan teknologi yang masih menggunakan bahan bakar fosil, meskipun dipatok pada level terendah.

Terdapat banyak perubahan selain aturan tarif PPnBM, antara lain kapasitas mesin LCGC yang diperbolehkan saat peraturan berlaku minimal 1.200cc.

Selain mentapkan batas konsumsi paling boros 20 kilometer per liter untuk bahan bakar bensin, dan 21,8 kilometer bagi teknologi diesel, aturan yang berlaku juga menetapkan batas atas emisi CO2 mobil LCGC. Batasnya adalah 120 gram per kilometer.

Selanjutnya, perbedaan mendasar lainnya yaitu ketetapan harga jual tertinggi. Harga tertinggi dikerek hingga Rp135 juta berdasarkan lokasi kantor APM.

Pertanyaannya, saat ini model-model KBH2 seperti milik Grup Astra yang meliputi Calya-Sigra dan Agya-Ayla, serta Honda Brio, telah melampaui batas atas tersebut.

Toyota Calya, kini banderol termurah Rp146 juta, sedangkan kembarannya Daihatsu Sigra mencapai Rp126-165 juta. Adapun Toyota Agya banderol paling bawah sekitar Rp148 juta, sedangkan Daihatsu Ayla sekitar Rp105-Rp160 juta.

Sementara itu Honda Brio dipatok mulai Rp150 juta. Dengan harga beragam yang sebenarnya berada di atas ketentuan itu merupakan hal wajar.

Mengingat, dalam aturan yang sama, pihak produsen berhak menyesuaikan harga dengan berbagai ketentuan seperti adanya perubahan kondisi ekonomi mengacu besaran inflasi, kurs nilai tukar, dan harga bahan baku.

Selain itu, penyesuaian harga KBH2 juga bisa diusulkan produsen karena terdapat penambahan penggunaan teknologi baru berupa transmisi, teknologi standar emisi, pengaman penumpang, kanton udara, atau fitur keselamatan.  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper