Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Karbon Berpotensi Kerek Harga Kendaraan

Peta perpajakan berbasis karbon ini jelas berpotensi membuat mobil harga jual apapun yang semakin hambur emisi karbon menjadi semakin mahal dari harga jual sebelumnya.
Petugas berdiri di dekat deretan mobil baru yang terparkir di PT Indonesia Terminal Kendaraan atau IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta, Kamis (11/2/2021). /Antara Foto-Aprillio Akbar.
Petugas berdiri di dekat deretan mobil baru yang terparkir di PT Indonesia Terminal Kendaraan atau IPC Car Terminal, Cilincing, Jakarta, Kamis (11/2/2021). /Antara Foto-Aprillio Akbar.

Bisnis.com, JAKARTA - Pajak emisi kendaraan (carbon tax) diyakini memiliki dampak bagi harga kendaraan di Tanah Air. Aturan soal pajak karbon tersebut tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang baru disahkan.

Kemudian, telah diatur pula dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2019 tentang kendaraan kena PPnBM yang sudah diundangkan pada 16 Oktober 2021 dan berlaku dua tahun kemudian.

"PP No. 74 Tahun 2021 sebenarnya ingin memaksa semua stakeholder otomotif melalui kebijakan fiskal untuk mempercepat mengembangkan mobil dan ekosistem berbasis rendah emisi dan khususnya yang berbasis baterai demi mengejar target penurunan emisi karbon sekitar 400 juta ton di tahun 2030," kata Pengamat otomotif sekaligus akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan

Adapun, aturan tersebut juga mengatur tentang pengenaan pajak baru turunan dari PPnBM pada kendaraan bermotor ramah emisi yang terbagi kendaraan listrik murni, fuel cell electric vehicle (FCEV), sampai plug-in hybrid (PHEV).

"Semua produsen mobil di Indonesia dipaksa untuk mengganti bahan bakar fosil menjadi energi terbarukan dan listrik. Jadi, jika produsen mobil ingin mendapatkan pajak rendah bagi kendaraan yang mereka jual, maka mereka harus membuat yang rendah emisi. Hal ini berdampak pada melonjaknya harga jual mobil pemakai BBM 20 kilometer per liter," papar Yannes.

Dia menambahkan, jika mobil-mobil murah yang ada sekarang ini secara teknis mampu di atas 20 kilometer per liter, maka harga jualnya akan tetap relatif sama dibandingkan dengan sebelum adanya peraturan ini.

"Di sini tampaknya pemerintah masih melihat bahwa kemewahan mobil itu diukur dari besarnya kapasitas ‘CC’ dari motor bakar," kata Yannes.

"Hal ini secara gradual akan mematikan industri-industri komponen mesin BBM yang ada saat ini, diperkirakan sekitar 40 persennya harus pindah usaha dalam 10 tahun ke depan," imbuhnya.

Yannes berpendapat, peta perpajakan berbasis karbon ini jelas berpotensi membuat mobil harga jual apapun yang semakin hambur emisi karbon menjadi semakin mahal dari harga jual sebelumnya.

Menurutnya, pemerintah melalui langkah ini dan berbagai insentif lainnya di dunia otomotif ingin mengamankan penerimaan negara dari penjualan mobil yang diharapkan dapat terus meningkat di pasar dalam negeri, sambil tetap tunduk dan patuh kepada kesepakatan internasional penurunan emisi karbon 23 persen di tahun 2030.

"Jadi, regulasi ini jelas merupakan kompromi pemerintah yang lembut terhadap situasi masih belum membaiknya ekonomi masyarakat, lemahnya sales industri otomotif dan tagihan dan tekanan internasional terhadap bukti kongkrit upaya dekarbonisasi di Indonesia," ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper