Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mobil Listrik PHEV Diusulkan Kena Pajak, Ini Kata Pejabat Toyota

Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menyatakan pemerintah seharusnya menambah insentif untuk memperbesar pasar, bukan mengurangi relaksasi.
Toyota Motor Corporation (Toyota) meluncurkan secara terbatas kendaraan listrik baterai ultra-kompak (BEV) C+pod pada 25 Desember, untuk pengguna korporat, dan instansi pemerintah. /Toyota
Toyota Motor Corporation (Toyota) meluncurkan secara terbatas kendaraan listrik baterai ultra-kompak (BEV) C+pod pada 25 Desember, untuk pengguna korporat, dan instansi pemerintah. /Toyota

Bisnis.com, JAKARTA - Usulan Kementerian Keuangan terkait dengan revisi Peraturan Pemerintah No 73/2019 terkait tarif pajak penjualan barang mewah untuk kendaraan listrik dinilai pabrikan tidak mendukung industrialisasi dalam negeri. 

Kementerian Keuangan berniat merevisi besaran insentif untuk kendaraan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), full hybrid, dan mild hybrid. Dari usulan tersebut, perubahan paling mencolok terlihat pada model PHEV yang tidak lagi bebas PPnBM.

Sementara itu, untuk menikmati tarif PPnBM 0 persen, pemerintah menetapkan ambang batas investasi sebesar Rp5 triliun bagi pelaku industri kendaraan listrik berbasis baterai. Ini diyakini pemerintah dapat mendatangkan investor kendaraan listrik lebih banyak.

Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam menyatakan pemerintah seharusnya menambah insentif untuk memperbesar pasar, bukan mengurangi relaksasi.

"Yang lebih penting itu bagaimana membesarkan pasar [kendaraan listrik] dan transformasi industrinya," ujar Bob saat dihubungi Bisnis, Selasa (16/3/2021).

Toyota Indonesia telah berkomitmen melanjutkan pengembangan otomotif di Indonesia. Salah satunya dengan mempersiapkan rencana pengembangan dan produksi kendaraan listrik hingga 2025. Investasi yang digelontorkan mencapai US$2 miliar atau setara Rp28,28 triliun.

Pengamat otomotif nasional, Yannes Martinus Pasaribu, mengatakan bahwa usulan perubahan PP 73/2019 menjadi langkah pemerintah untuk mendorong semangat produsen mobil listrik murni (BEV) agar semakin cepat berinvestasi di Indonesia.

“Dijamin bakal tumbuh pesat pemain-pemain kecil dan menengah baru kendaraan listrik di Indonesia,” tutur Yannes.

Menurutnya, kondisi tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi produsen mobil asal Jepang di Indonesia, yang sejauh ini masih melakukan peralihan dari mobil konvensional ke hibrida atau plug-in hybrid (PHEV).

“Jepang sejauh ini masih melakukan perubahan secara perlahan dari mobil BBM beralih ke hybrid dulu, baru kemudian ke kendaraan yang betul-betul ramah lingkungan, yaitu fuel cell electric vehicle [FCEV],” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana perubahan terjadi saat rapat kabinet dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Pertemuan tersebut membahas strategi pengembangan kendaraan listrik agar bisa menarik investor. Mereka merasa PPnBM mobil listrik pada PP No. 73/2019 tidak menguntungkan karena besaran tarif yang hampir sama jadi penyebab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper