Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia menyatakan visi pengembangan kendaraan listrik nasional tidak melulu membahas tentang aspek lingkungan, tetapi juga memerhatikan segi ekonomi dan ketahanan.
Ridwan Jamaluddin, Deputi III Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, mengatakan bahwa dari aspek ekonomi, pengembangan kendaraan listrik nasional bertujuan mengurangi impor BBM.
“Terkait dengan ekonomi, kami masih banyak mengimpor BBM dan masih banyak listrik terbangkitkan yang belum dimanfaatkan,” ujarnya dalam webinar Harmonisasi Regulasi Kendaraan Listrik, Rabu (29/7/2020).
Sementara dari aspek ketahanan atau kemandirian, Jamaluddin mengatakan bahwa pemerintah ingin mengimplementasikan peta jalan pengembangan kendaraan listrik yang sesuai dengan kebutuhan.
Menurutnya, Indonesia cenderung hanya menjadi pasar dan mengikuti pola yang diciptakan oleh pihak lain. Oleh karena itu, peta jalan atau road map pengembangan kendaraan listrik nasional juga harus menyesuaikan aspek lingkungan, ekonomi, dan ketahanan.
“Ini yang harus dijaga, supaya jangan sampai sesuatu yang dirancang tidak sesuai dengan kebutuhan dan nantinya akan menyulitkan kita,” ujarnya.
Baca Juga
Ambisi Indonesia menjadi produsen mobil listrik telah dituangkan dalam peta jalan industri otomotif. Program low carbon emission vehicle (LCEV) telah dimulai sejak 2017 dan produksi kendaraan listrik serta komponennya ditargetkan telah dimulai pada 2022.
Komitmen Indonesia menjadi produsen kendaraan listrik juga telah dikuatkan dengan hadirnya Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik. Saat ini, tidak sedikit agen pemegang merek telah mengenalkan produk kendaraan listriknya meski catatan penjualannya masih tetap minim.