Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pecinta motor Harley-Davidson di Yogyakarta mengakui pada zaman kemudahan teknologi informasi saat ini tak melulu berbanding lurus dengan kemudahan dalam urusan berburu onderdil unit motor.
Pengurus Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) DI Yogyakarta Eka Wiyandi menuturkan, pemilik Harley keluaran lawas seperti di bawah tahun 1970 an, untuk berburu onderdil yang dibutuhkan seringkali harus mencari di tanah kelahiran motor itu, Amerika.
Tentu saja, dengan mulai dari mencari di internet mana saja bengkel yang menyediakan.
“Tapi setelah onderdil yang dicari ketemu, dibayar, ternyata tak bisa masuk Indonesia karena terbentur aturan kalau itu barang bekas dan tak bisa masuk Indonesia, ini yang disayangkan,” ujar Eka, Jumat (6/12/2019).
Eka menuturkan, seorang rekannya pernah mencoba mendatangkan blok mesin bekas dari sebuah seri Harley lawas yang sudah dibayar ratusan juta rupiah dari sebuah bengkel di Amerika. Namun, barang itu tertahan di Kantor Bea Cukai karena dianggap bukan barang yang bisa dikategorikan masuk.
“Kami berharap ada aturan tegas yang mengakomodasi hal hal seperti ini. Misalnya, ada ketegasan kalau barang bekas itu boleh masuk dengan pajak tinggi, karena kerapkali yang terjadi kucing-kucingan atau malah berpotensi pungli agar barang itu lolos,” ujar Eka.
Baca Juga
Eka menuturkan, kolektor Harley-Davidson biasanya orang-orang yang memang memiliki kemampuan untuk membeli spare part yang dibutuhkan meski harganya tinggi.
Menurutnya tidak akan masalah barang bekas seperti onderdil Harley bisa masuk walau dibebani pajak besar.
“Asalkan barang itu statusnya jadi legal, kami kira para kolektor Harley itu tidak masalah ada beban pajak tinggi. Karena namanya hobi,” ujarnya.
Eka menuturkan onderdil Harley tua paling sulit dicari terutama untuk bagian mesin. Mulai dari pengapian sampai power.
“Bayangkan saja usia motor ada yang sudah 60 tahun, cari onderdilnya ke mana kalau bukan di tanah kelahirannya, Amerika,” ujarnya.
Di Amerika, ujar Eka, karena menjadi lokasi lahirnya Harley, maka bengkel-bengkel yang menyediakan onderdil lawasan pun menurutnya lebih gampang diperoleh. Asal ada kenalan sesama pecinta Harley.
“Kalau di Indonesia kayak kita mencari bengkel Ahass,” ujarnya.
Eka menuturkan, setuju saja pemerintah menjaga barang bekas tak bisa masuk karena barang itu bisa dikategorikan limbah. Namun, untuk barang yang masih dipergunakan dan memiliki nilai ekonomis tinggi bisa ada pengecualian.
“Karena bagaimanapun otomotif menjadi satu bagian industry kreatif, kami harap regulasi soal barang bekas itu tidak menyulitkan pelaku di dalamnya,” ujarnya.