Bisnis.com, JAKARTA – Volkswagen AG merevisi naik target pendapatan 2017 seiring permintaan yang kuat atas kendaraan SUV Tiguan.
Perusahaan yang berbasis di Jerman tersebut dalam keterangan resmi menyebutkan bahwa margin usaha tahun ini diperkirakan naik dari sebelumnya yang diperkirakan sekitar 6%—7%. Pendapatan diperkirakan masih akan tumbuh lebih dari 4%.
Juergen Pieper, analis Metzler Bank yang berbasis di Frankfurt mengatakan VW memiliki ketahanan yang luar biasa. Padahal pada kuartal III/2017 skandal diesel sangat memengaruhi perusahaan ini.
"Perusahaan ini menunjukkan ketahanan yang luar biasa, dan angin puyuh dari dieselgate perlahan mulai hilang. VW memiliki potensi lebih besar untuk meningkatkan keuntungan lebih jauh di kuartal mendatang," kata Pieper, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (31/10/2017).
Pada kuartal III/2017 laba operasional, termasuk biaya terkait skandal emisi, turun 48% menjadi 1,72 miliar euro. Volkswagen mengumumkan bulan lalu bahwa dibutuhkan biaya tambahan sangat besar, sekitar 2,5 miliar euro pada kuartal IV/2017, sehingga total kerugian dari krisis berusia dua tahun itu sudah mencapai lebih dari 25 miliar euro.
Dampak Dieselgate terjadi 15 bulan setelah perusahaan menyelesaikan urusan dengan pihak berwenang Amerika Serikat untuk memperbaiki sekitar 500.000 unit kendaraan, termasuk Golf, Jetta, dan Audi A3.
Volkswagen mengatakan bahwa perbaikan kendaraan ternyata jauh lebih lama dari waktu yang diperkirakan. Dampaknya, ada biaya tambahan sekitar 5.000 euro per mobil.
Selanjutnya raksasa industri otomotif asal Jerman ini telah memulai upaya untuk menjadi lebih gesit dengan mendesentralisasi pengambilan keputusan ke merek seperti Audi, Porsche dan Scania.
Sementara itu, Volkswagen telah menyelesaikan fasilitas manufaktur komponen bersama untuk meningkatkan efisiensi.
"Jika kita terus berkolaborasi dengan ketat dan memanfaatkan sinergi yang tersedia dengan lebih baik dalam kelompok, ini akan menjadi faktor penting keberhasilan dalam transformasi struktural yang mendalam yang sedang dialami industri kita,"kata Chief Executive Officer Matthias Mueller.