Bisnis.com, TANGERANG— Pengembangan kendaraan berbahan bakar energi alternatif yang rendah emisi tidak akan efektif jika harga minyak dunia susut dari US$100 per barel.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri, mengatakan jika harga minyak dunia sampai di bawah US$50 per barel pengembangan semua jenis kendaraan energi alternatif tidak akan feasible.
“Alasannya adalah mahalnya biaya produksi kendaraan berenergi alternatif tidak seimbang dengan murahnya kendaraan berbahan bakar fosil karena harga minyak anjlok,” ucapnya di Pameran GIIAS, Tangerang Selatan, Rabu (26/8/2015).
Kendaraan rendah emisi volumenya masih kecil sehingga biaya produksinya mahal dan biaya operasional juga mahal karena infrastruktur belum rata. Kalau minyak anjlok, bensin jadi terus lebih murah lantas mobil-mobil listrik atau CNG semakin sedikit yang laku.
Namun, sejalan dengan menyusutnya cadangan minyak dunia, peralihan era kendaraan berbahan bakar fosil ke alternatif merupakan keharusan. Di sisi lain, bahan bakar dari energi alternatif seperti gas bumi dan listrik memang lebih ramah lingkungan karena emisi yang jauh lebih minim.
Kendaraan berbahan bakar gas bumi dinilai sebagai opsi paling realistis untuk dijangkau Indonesia dalam waktu tak terlalu lama. Ketidak merataan infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) terus menjadi penghambat.
“Pemda harus inisiasi juga penyediaan SPBG,” ucap Faisal.