Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GIIAS 2015: Pengembangan Mobil Gas Seperti Telur dan Ayam

Mana yang sebaiknya hadir lebih dulu, pasar kendaraan berbahan bakar gas (CNG vehicle) atau infrastruktur penunjangnya dalam hal ini SPBG? Pertanyaan ini ibarat bertanya mana yang lebih dulu hadir, telurkah atau ayam?
Presdir PT Honda Prospect Motor (PT HPM) Tomoki Uchida (kedua Kanan) bersama Direktur Pemasaran dan Layanan Purna Jual Jonfis Fandy dan Large Project Leader Honda BR-V Atsushi Arisaka (kiri) mengancungkan jempol dan berfoto bersama di samping Honda BR-V Prototype pada acara Press Session Honda BR-V Large Project Leader, di ajang GIIASS, di ICE Serpong, Tangerang, Jumat (21/8)./Antara
Presdir PT Honda Prospect Motor (PT HPM) Tomoki Uchida (kedua Kanan) bersama Direktur Pemasaran dan Layanan Purna Jual Jonfis Fandy dan Large Project Leader Honda BR-V Atsushi Arisaka (kiri) mengancungkan jempol dan berfoto bersama di samping Honda BR-V Prototype pada acara Press Session Honda BR-V Large Project Leader, di ajang GIIASS, di ICE Serpong, Tangerang, Jumat (21/8)./Antara

Bisnis.com, TANGERANG— Mana yang sebaiknya hadir lebih dulu, pasar kendaraan berbahan bakar gas (CNG vehicle) atau infrastruktur penunjangnya dalam hal ini SPBG? Pertanyaan ini ibarat bertanya mana yang lebih dulu hadir, telurkah atau ayam?

Pemerintah sebetulnya tidak perlu peras keringat sendiri untuk menyediakan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) karena bisa menggandeng swasta. Seperti ribuanstasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina ternyata yang betul-betul milik perseroan kurang dari 80 unit sisanya  swasta.

Jadi, telur atau ayam dulu? Apapun itu yang jelas swasta memang kurang terangsang untuk membangun SPBG. Aspek lain yang mengganjal pengusaha mengurungkan niat berbisnis SPBG adalah perjanjian jual beli gas (PJBG) dengan Perusahaan Gas Negara (PGN).

“PJBG itu coba ditelaah dulu. Sekarang ini kan gasnya punya Pertamina tetapi pipa distribusinya milik PGN,” tutur Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto dalam Pameran GIIAS, di Tangerang Selatan, Rabu (26/8/2015).

Dia menyebut,  ada satu poin di dalam PJBG dengann PGN yang merugikan pebisnis. Perseroan pelat merah itu menetapkan batas minimal dan maksimal suplai gas. Apabila melampaui limit ini, pengusaha SPBG justru kena biaya tambahan.

Jongkie mengaku, untuk SPBG yang dimilikinya, lebih memilih tutup meskipun penghujung bulan belum tiba. Apabila pada kisaran tanggal 25 volume penjualan gas mendekati batas maksimum maka dia memerintahkan anak buahnya libur dan SPBG tutup sementara.

“Selain itu, harga jual gas Rp3.100 [per liter setara premium] pakai mata uang rupiah sedangkan harga gas dari PGN pakai dolar. Yang tanggung rugi dari naik turun kurs itu pengusaha, kalau demikian siapa yang berminat investasi?” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper