JAKARTA— Kebimbangan pemerintah dalam mengendalikankonsumsi BBM bersubsidi, dengan merencanakan kenaikan harga premium bagi seluruh jenis kendaraan, diyakini bakal menggerus pasar sepeda motor hingga 15% pada tahun ini.
Sigit Kumala, Ketua Bidang Komersil Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), menuturkan dengan rencana pemerintah sebelumnya, membuat kebijakan dua harga premium, sempat membuat produsen kendaraan roda dua berharap mendapat berkah dari peralihan pengguna mobil ke motor.
Namun, harapan tersebut sirna menyusul perubahan sikap pemerintah dengan mengaggendakan kenaikan harga premium bagi semua jenis kendaraan.
“Yang kami khawatirkan dari kenaikan harga BBM bersubsidi itu dampaknya terhadap inflasi. Kalau inflasinya tinggi, maka akan mengerek suku bunga pinjaman dan menaikan harga kebutuhan pokok,” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (30/4).
Belajar dari pengalaman kebijakan BBM serupa pada 2005, kata Sigit, kenaikan harga premium akan memengaruhi kelangsungan usaha otomotif sekitar setahun. Imbas yang paling nyata adalah menurunnya daya beli masyarakat akibat lonjakan inflasi yang tak terkendali.
“Kelihatannya pasar [motor 2013] akan drop 10%-15% dengan adanya kenaikan harga premium. Kalau hanya mempertimbangkan aturan uang muka pembiayaan syariah dan kenaikan UMP, koreksinya kemungkinan hanya 5%-6%,” jelasnya.
Menurut Sigit, memang tidak semua segmen kendaraan roda dua yang bakal terpengaruh dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. Permintaan motor premium, yang kecil ketergantungannya dengan kredit, diyakini masih akan tumbuh.
“Tapi kan pasar motor premium itu kecil share-nya jika dibandingkan segmen yang lain, yang akan terkna langsung dampaknya,” katanya.
Johan Yahya, General Manager Business and Development PT Suzuki Indomobil Sales 2W, mengatakan kenaikan harga bahan bakar sudah pasti akan berpengaruh negative terhadap pasar otomotif, termasuk industri motor.
Namun, semua akan tergantung perhitungan konsumen dalam menentukan moda transportasi yang dianggap lebih efisien.
“Mungkin aka nada shock 2-3 bulan [akibat kenaikan harga premium] dan setelah itu stabil. Tapi secara tahunan pasti akan ada koreksi pasar, prediksi kami [Suzuki] mungkin akan minus sekitar 15%,” tuturnya.
Menurutnya, konsumen pasti akan mengkalkulasi potensi biaya yang harus dikeluarkannya jika menggunakan angkutan umum, motor atau mobil. Pengguna mobil kecil kemungkinan beralih ke angkutan umum dan bisa saja memilih motor sebagai kendaraan alternatifnya.
“Sementara itu pengguna motor akan berhitung, kalau naik angkot ongkosnya naik berapa dan dari segi waktu lebih efisien mana [dibandingkan menggunakan motor],” terangnya.
Gunadi Sindhu Winata, Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), menuturkan sebelumnya AISI optimistis pasar sepeda motor Indonesia stabil di kisaran 7 juta unit pada tahun ini atau relatif sama dengan pencapaian penjualan tahun lalu.
Namun, dengan diperketatnya skema pembiayaan syariah dan ada rencana diterapkannya aturan fidusia, maka kemungkinan besar akan membuat permintaan motor anjlok.
“Awalnya kami prediksi tidak ada pertumbuhan pasar sedea motor atau sama dengan tahun lalu. itu prediksi optimis kami. Tapi sekarang kami jadi pesimistis, kemungkinan turun menjadi 6,3 juta unit atau kontraksi 8%-9%,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, perusahaan sepeda motor kemungkinan besar terpaksa melakukan penyesuaian dari sisi produksi. Sikap tersebut merupakan hal yang wajar dalam industri motor karena tak mungkin pasokan produk melebihi permintaan pasar.
“Kalaupun ada pengurangan kapasitas produksi, itu tanpa menganggu jumlah SDM atau tanpa mengurangi pekerja,” terangnya. (ra)